Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru adalah masjid yang memiliki bangunan dengan idominasi warna cat putih yang berdiri megah di tengah Ibu Kota yang memiliki luas sekitar 43.755 meter persegi. Bangunan Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru terdiri dari dua lantai, lantai pertama difungsikan sebagai ruang serbaguna, sedangkan lantai kedua digunakan sebagai tempat ibadah. Masjid yang di bangun pada tahun 1953 ini tepatnya berlokasi di Jl. Sisingamangaraja No.1, RT. 2, RW. 1, Selong Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Arsitektur
sumber : http://jejakislam.net/
Pada Interior ruang utama yang luas pada Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru tampak detail ornamen lukisan kaligrafi dengan bermacam-macam warna yang menghiasi pada keseluruhan bangunan interior. Langit-langit yang tinggi dihiasi dengan jendela-jendela dari kayu yang mengelilingi seluruh dinding ruangan. Sisi dalam kubah ada kaligrafi, lafaz Allah berada di bagian puncak sisi dalam kubah dengan dikelilingi 99 Asma’ul Husna. Jendela-jendela kecil yang mengelilingi kubah juga berfungsi sebagai jalan masuk sinar matahari menuju kedalam ruangan masjid untuk pencahayaan alami disaat siang hari.
Gaya arsitektur Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru juga berpengaruh dengan kapasitas masjid yang mampu menampung 5.000 orang jamaah. Bangunan masjid bergaya arsitektur Timur Tengah perpaduan dari dua masjid di Arab Saudi dan Mesir, yaitu Masjid Hij’ di Saudi Arabia dan Masjid Qibtiyah di Mesir. Membuat arsitektur bangunan Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru tampak megah nan indah.
Imam Besar
sumber : http://jejakislam.net/
Prof. DR. Haji Muhammad Abdul Karim adalah nama asli dari Buya Hamka, beliau pada tahun 1956 membangun sebuah rumah untuk anak dan istrinya di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, tepatnya di jalan Raden Patah. Lokasi tepat di depan rumah beliau ini sedang di bangun sebuah Masjid Agung yang telah diprakarsai oleh beberapa tokoh Masyumi.
Sebelum Masjid Agung Kebayoran Baru (Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru) selesai di bangun, Ghazali Syahlan dan Abdullah Salim diantara tokoh-tokoh penggagas tadi meminta Buya Hamka untuk menjadi penanggung jawab dan imam Masjid Kebayoran Baru. Permohonan yang diajukan oleh kedua orang tokoh tadi diterima oleh Buya Hamka. Kemudian, Buya Hamka menyarankan beberapa hal dalam proses pembangunan masjid, yaitu agar masjid di bangun terlebih dahulu, selanjutnya bangunan masjid disertai dengan ruang kantor, ruang pertemuan, dan ruang perkuliahan yang dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial lainnya.
sumber : https://historia.id/
Sebelum proses pembangunan masjid rampung, Buya Hamka pada Januari 1958 menghadiri sebuah undangan dari Universitas Punjab di Lahore, Pakistan dalam sebuah Konferensi Islam. Kehadiran Hamka sebagai delegasi Indonesia dalam simposium Islam di Lahore bersama Hasbi Ash-Shieddiqy dan KH Anwar Musaddad. Perjalanan beliau kemudian langsung diteruskan ke Kairo Mesir sebagai tamu kenegaraan bersamaan dengan Soekarno, yang kebetulan ketika itu sedang berkunjung ke Mesir. Di Kairo Buya Hamka memenuhi undangan Forum Dunia Islam untuk memberikan ceramah di Universitas Al-Azhar pada Februari 1958. Forum Dunia Islam yang berlokasi di gedung Asy-Syubbanul Muslimun, Buya Hamka menyampaikan pidato tentang pengaruh paham Muhammad Abduh di Indonesia dan Malaya.
Dalam ceramahnya, Buya Hamka menguraikan tentang kebangkitan gerakan-gerakan Islam modern di Indonesia seperti Thawalib, Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persis.Hingga ceramah yang beliau sampaikan mendapat sambutan luas dari kalangan akademik dan intelektual Mesir karena pemaparannya yang dinilai sangat baik tentang pengaruh paham Muhammad Abduh terhadap masyarakat Muslim di Asia Tenggara, yang di Mesir sendiri sangat terbatas sekali yang mengenalnya. Setelah memberikan ceramahnya, ia melanjutkan perjalanan ke Mekkah, Jeddah, dan Madinah. Ketika memenuhi undangan dari pihak istana Kerajaan Arab Saudi, ia menerima berita dari Mesir yang menyatakan bahwa Universitas Al-Azhar telah mengambil keputusan hendak memberinya gelar Ustadziyah Fakhriyyah, gelar ilmiah tertinggi dari universitas itu yang setara dengan Doktor Honoris Causa.
sumber : https://celotehriau.com/
Syekh Mahmud Shaltut, Imam Besar Al-Azhar Kairo Mesir menjadi tamu negara Indonesia pada tahun 1960. Dalam kunjungannnya di Indonesia, beliau menghadiri undangan ceramah di Masjid Kebayoran Baru (Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru). Beliau kagum dengan bangunan megah masjid sehingga beliau memberikan nama masjid tersebut Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru. Selain itu belia juga kabum dengan Buya Hamka karena Buya Hamka telah berhasil menumbuhsuburkan dan melestarikan dakwah di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru. Syekh Syaltout kagum pada ilmu autodidak yang dimiliki Buya Hamka. Buya Hamka mampu menyampaikan pemikiran Islam yang autentik dan itu sangat menarik perhatian para dosen Al Azhar di Kairo.
Buya Hamka adalah sosok ulama, filsuf, novelis, dan aktivis politik, tak terlepas dari perkembangan pendidikan, pada 1967, saat bangsa Indonesia mengalami masa pasca era Orde Lama. Buya Hamka mulai memperjuangkan pendidikan Islam di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru. Kegiatan pendidikan, pembinaan umat dan syiar Islam di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru tidak dapat dilepaskan dari peran Buya Hamka, yang merupakan Imam Besar di masjid ini. Ceramah-ceramahnya yang senantiasa membawa kesejukan dengan pilihan kalimat-kalimat yang santun, telah mengikat perhatian umat di berbagai pelosok dearah.