Masjid Ibnu Tulun atau bisa disebut juga dengan “Masid Al-Mayden”, “Masjid Maydan”, dan “Masjid Ahmad Ibn Tulun”, merupakan masjid yang dibangun pada abad ke-8, sekitar tahun 876-879 Masehi pada saat pemerintahan Ahmad Ibn Tulun menguasai jazirah Mesir. Pada kala itu, dinasti Ibnu Tulun menjadi penguasa pertama Jazirah Mesir selama 135 tahun.
Masjid Ibnu Tulun sudah berusia ratusan tahun, sekaligus menjadi salah satu peninggalan bersejarah dari kejayaan Islam di Tanah Mesir, namun sampai saat ini bangunannya masih terlihat kokoh dan terawat.
Masjid ini juga merupakan masjid tertua kedua setelah masjid Amr Bin Ash. Bangunan dan Arisitektur kuno membuat masjid ini menjadi target bidikan utama bagi para wisatawan domestik maupun manca negara. Arsitekturnya hampir sama dengan sebuah masjid di Irak, “Masjid Samarra”, karena memang sang pendiri “Ahmad Ibn Tulun” berasal dari Kota Samarra, Irak. Kini Masjid Samarra sudah rata dengan tanah karena memang usianya yang sudah ratusan tahun, namun dengan keberadaan Masjid Ibnu Tulun dapat mencerminkan hampir seluruh arsitektur bangunan yang sama dengan Masjid Samara pada saat masih berdiri.
Masjid ini didirikan ditengah-tengah kepadatan kota Al-Qatai, yang merupakan bekas kota keluarga kerajaan pada masa dinasti Ibnu Tulun. Jarak Al-Qatai sekitar 2 Km dari kota tua Al-Fustat, Al-Basatin, Al-Saliba Street, Kairo, Mesir.
Sekilas Sejarah Tentang Masjid Ibnu Tulun
Kisah dimulai pada tahun 868 – 884 Masehi saat Ahmad Ibn Tulun mulai menguasai Jazirah Mesir, beliau kemudian mendirikan sebuah masjid yang dimulai pada tahun 876 M dan dapat selesai pada tahun 879 Masehi.
Ahmad Ibnu Tulun dikenal sebagai pendiri dari Dinasti Tulun yang berada di Mesir, beliau merupakan putra dari seorang budak pada masa kekuasaan Khalifah Alma’mun, Dinasti Abbasiah. Ahmad Ibnu Tulun lahir di kota Baghdad pada September 835 M atau Ramadhan 200 H. Kemudian pada saat sudah menginjak remaja, beliau dikirim ke Mesir sebagai Gubernur Al-Fustat, tepatnya pada tahun 868 Masehi. Dua tahun selanjutnya, beliau sudah mampu menguasai seluruh negeri Mesir.
Hal berani yang dilakukan Ahmad Ibnu Tulun adalah menolak untuk terus menjadi “Sapi Perah” pemerintahan Abasiah. Beliau menolak untuk memberikan upeti, bahkan membentuk suatu negara yang merdeka dibawah pemerintahannya sendiri. Dinasti Tulun mampu memerintah Mesir selama hampir satu setengah abad hingga tahun 905 Masehi.
Kemudian beliau mulai membangun sebuah masjid ditengah-tengah kawasan Qatai yang saat itu menjadi Kota Kerajaan Mesir. Namun, pada tahun 905 Masehi, dinasti Abbasiah melakukan serangan besar-besaran dan menghancur leburkan wilayah Al-Qatai dengan menyisakan sebuah bangunan masjid yang tidak tersentuh, masjid tersebut saat ini disebut dengan Masjid Ibnu Tulun.
Sekilas Tentang Arsitektur Masjid Ibnu Tulun
Masjid dengan luas 2,6 hektar ini memiliki dimensi 162 meter persegi. Sedangkan untuk bangunan utama masjid berukuran 140 x 116 meter persegi. Luas masjid tersebut seukuran dengan masjid Agung Damaskus yang berdiri pada saat kekuasaan Khalifah Bani Umayyah di Syiria.
Secara keseluruhan, arsitektur masjid Ibnu Tulun mencerminkan arsiterktur dari Kota Samarra, tempat kelahiran Ahmad Ibnu Tulun. Hal ini bisa dilihat dari bentuk menara masjid yang dibangun dengan bentuk spiral, persis seperti masjid dengan ciri khas kota Samarra.
Bahan baku yang digunakan untuk membangun masjid berasal dari bata merah, kemudian di tambahkan ukiran dengan lapisan plester semen. Terdapat menara batu ditengah-tengah masjid yang dibangun ulang oleh Sultan Lajin pada tahun 1296.
Tempat wudhu berada di lokasi bangunan pancuran air (fawara), kemudian ruang sholat utama dilengkapi dengan lima baris pilar.
Masjid Ibnu Tulun memiliki Ciri khas masjid pada masa Dinasti Abbasiyah, yaitu dengan adanya Court Yard atau sebuah halaman luas untuk tempat sholat jika pada ruang utama sudah tidak mampu menampung jamaah.