Masjid Besar Bujang Salim atau Masjid Raya Bujang Salim mendapatkan gelar masjid Percontohan Nasional yang terletak di Jln. Ramai Keude Krueng Geukueh, Desa Beringin Dua, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
Masjid Raya Bujang Salim juga merupakan masjid pertama yang dibangun dikawasan kecamatan Dewantara, Aceh Utara. Lokasi masjid ini merupakan wakaf tanah dari seorang bangsawan kerajaan Nisam Teuku Rhi Bujang, atau Teuku Bujang Slamat bin Rhi Mahmud, lalu lebih dikenal dengan sebutan Bujang Salim. Beliau juga dikenal sebagai seorang pahlawan pejuanng kemerdekaan, maka dari itu nama masjid ini juga mengadopsi nama dari beliau.
Masjid Raya Bujang Salim seringkali disebut sebagai kembaran dari Masjid Raya Baiturrahman yang terletak di Kutaraja Banda Aceh, karena memang hampir keseluruhan arsitektur bangunannya sangat mirip. Perbedaan yang paling mencolok adalah bagian kubahnya, jika di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh memiliki tujuh kubah, Masjid Raya Bujang Salim hanya memiliki lima buah kubah saja.
Masjid Raya Bujang Salim juga telah menerima penghargaan dari Kementerian Agama RI pada awal tahun 2016, sebagai “Masjid Percontohan Nasional”. Karena itu masjid ini menjadi salah satu Landmark Provinsi Aceh bersama dengan Masjid Baiturrahman Banda Aceh.
Sejarah Masjid Bujang Salim dimulai pada saat masa penjajahan belanda, dibangun pada tahun 1921 untuk memperkuat semangat persatuan dan kesatuan dalam mempertahankan Aceh sebagai bagian dari Republik Indonesia. Sebelumnya, masyarakat Kecamatan Dewantara hanya mengerjakan seluruh ibadahnya dirumah masing-masih, atau pada shalat jum’at hanya berkumpul di musholla yang sangat terbatas. Hal tersebut kemudian di ketahui oleh Bangsawan Kerajaan Nisam yang bernama Teuku Rhi Bujang, atau dikenal dengan Bujang Salim. Kemudian beliau mewakafkan sebidang tanah yang boleh digunakan sebagai tempat berdirinya masjid. Beliau juga merupakan pria pemberani yang kerap menentang penjajahan kolonial Belanda yang keji.
Bujang Salim kemudian merancang dan mewakafkan sebidang tanah dengan ukuran 20 x 15 meter. Namun, sebelum pendirian masjid dimulai, Bujang Salim sudah diasingkan ke pulau Papua karena menentang kolonial Belanda. Bahkan beliau kemudian diasingkan ke Australia, agar pengaruhnya yang kuat bisa memudar. Namun yang terjadi malah sebaliknya, masyarakat setempat kembali meneruskan pembangunan masjid yang sudah digagas Bujang Salim sampai selesai.
Pembangunan diteruskan oleh Uleebalang asal Dewantara, yaitu Ampon Hanafiah, yang berhasil menyelesaikan pembangunan masjid yang sederhana berukuran 20 x 15 meter. Setelah selesai, masyarakat setempat kemudian sepakat untuk mengadopsi nama Bujang Salim menjadi nama masjid tersebut.
Kemudian pada tahun 1980, masjid ini kemudian diperluas menjadi 40 x 30 meter, oleh Tgk H A Gani. Lalu pada tahun 1990, statusnya menjadi Masjid Besar Bujang Salim, karena selain masjid tersebut merupakan masjid pertama yang dibangun di kecamatan Dewantara, lokasinya juga berada di pusat kecamatan.
Lalu, masjid tersebut kemudian diperluas kembali pada tahun 1996 atas usulan masyarakat setempat dengan ukurang 60 x 30 meter. Perluasan bukan hanya pada ukuran bangunan utamanya saja, namun juga pada pekarangan masjid menjadi 95 x 80 meter, dari 50 x 30 meter. Serta ditambahkan pula menara dibagian depan masjid. Renovasi terakhir tersebut menghabiskan dana sebesar Rp. 12 miliar.
Masjid Raya Bujang Salim tidak hanya memiliki ukuran yang besar saja, namun juga terdapat keindahan yang terpancar dari eksterior maupun interior bangunannya. Masjid dengan luas 1650 meter persegi tersebut, dapat menampung 2500 jamaah sekaligus.