Masjid Al Wustho menjadi salah satu dari tiga masjid bersejarah di daerah kota Surakarta, tepatnya di Jln. RA Kartini No. 3, RT/RW 003/009, Ketelan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah. Dua masjid tertua lainnya adalah Masjid Darussalam dan Agung Surakarta.
Pendirian masjid ini pertama kali dilakukan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara I, sebagai masjid kerajaan bagi Mangkunagaran. Pada awalnya lokasi masjid berada di Kauman, Pasar Legi, namun dengan beberapa pertimbangan seperti letak strategis akhirnya masjid ini dipindah di dekat Pura Mangkunagaran sebagai Masjid Keraton.
Pada awalnya, memang masjid ini dibangun oleh anggota keluarga kerajaan, maka dari itu bangunan masjidnya hanya khusus digunakan oleh anggota / keluarga kerajaan Pura Mangkunagaran saja. Namun seiring berjalannya waktu, akhirnya masjid ini dibuka untuk umum. Nama Al Wustho disematkan pada bangunan masjid ini oleh Bopo Penghulu Pura Mangkunagaran, Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi pada tahun 1949. Meskipun dibangun dengan seni arsitektur khas jawa, namun menurut sejarah pembangunan masjid ini juga pernah melibatkan arsitektur dari Perancis.
Saat ini, lokasi Masjid Al-Wustho terletak di bagian barat kompleks Istana Mangkunagaran, Surakarta, lalu dibagian utaranya terdapat Sekolah Dasar Muhammadiyah I Surakarta.
Dari segi seni bina bangunannya, masjid ini dibangun hampir sama dengan bangunan-banguann khas pulau jawa lainnya.Yaitu dibentuk dengan denah persegi kemudian bagian atap didesain dengan atap Limas khas pulau jawa dengan atap tumpang bersusun tiga, yang melambangkan Iman, Islam, dan Ikhsan yang dibutuhkan untuk prinsip hidup kita.
Perbedaan yang paling mencolok antara masjid Al-Wustho dengan masjid-masjid lain sezaman adalah adanya ciri khas “Kuncung” pada bagian pintu utamanya, yaitu semacam pintu untuk menuju teras dan memiliki 3 akses pintuk masuk utama, yang masing-masing diberikan ukiran kaligrafi dibagian atasnya.
Kompleks Masjid Al Wustho sendiri terdiri dari satu bangunan utama, dan beberapa bangunan pendukung, seperti tempat pendidikan anak-anak, Bustanul Athfal, rumah tinggal keluarga ta’mir masjid dan unit kesehatan yang terletak di sebelah utara.
Ornamen dan interior yang memenuhi bagian dalam masjid adalah adanya berbagai macam seni kaligrafi tulis dan ukir yang dihiaskan di beberapa bagian masjid, seperti pintu, jendela, sokoguru, soko rawe, kuncungan dan lain sebagainya. Hiasan-hiasan kaligrafi tersebut mengambil referensi dari Al-Qur’an dan Hadits.
Masjid Al Wustho memiliki luas komplek sekitar 4.200 meter persegi, dengan dibatasi oleh beberapa pagar tembok yang mengelilingi areal masjid. Pada bangunan utama masjid terdiri dari, Ruang Sholat Utama, Pawastren, Serambi dan Maligin. Sedangkan pada bagian halaman, terdapat taman, 3 pintu gerbang utama, markis, menara dan juga kantor pengurus Masjid.
Menara Masjid Al-Wustho sendiri dibangun pada masa yang berbeda dengan pembangunan bangunan utama masjid, yaitu pada sekitar tahun 1926 oleh Mangkunagara VII. Menara ini memilki tinggi hingga 25 meter, dan digunakan sebagai tempat mengumandangkan adzan. Pada saat itu diperlukan 4 orang muadzin yang secara bersama-sama mengumandangkan adzan diseluruh penjuru mata angin.
Meskipun masjid ini dibangun pada sekitar pertengahan abad ke 17, namun masjid ini pernah mengalami renovasi besar-besaran pada tahun 1878 dan baru selesai pada tahun 1918. Pada saat renovasi besar-besaran dimulai, Adipati Mangkunagara VII memberikan perintah kepada seorang arsitek bernama Ir. Herman Thomas, agar desain masjid yang sudah rusak bisa diganti dengan yang baru tenpa menghilangkan nilai sejarahnya.