Sejarah berdirinya Malaka tidak bisa dipisahkan dengan Sejarah Negara kita Negara Republik Indonesia, karena pada saat yang sama negeri tetangga kita juga sedang berjuang melawan penjajahan Belanda dan Portugis pada saat yang sama dengan masa-masa perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Berbagai saksi bisu yang masih berdiri hingga sekarang juga dapat menunjukkan bahwa eksistensi perjuangan penyebaran islam dan kemerdekaan sama persis dengan yang terjadi di Indonesia. Masjid yang menjadi saksi bisu tersebut diantaranya adalah Masjid Kampung Hulu Malaka, Malaysia, yang akan kita bahas kali ini.
Masjid Kampung Hulu Malaka menjadi salah satu masjid tertua di negeri Malaysia dan sampai saat ini dijadikan salah satu bangunan warisan sejarah dan cagar budaya nasional oleh pemerintah Kerajaan Malaysia. Meskipun menjadi masjid tertua di Malaysia, namun majid ini masih menjalankan fungsinya sebagai tempat peribadatan dengan baik. Bahkan saat ini Masjid Kampung Hulu juga turut dijadikan objek wisata dan salah satu landmark Kota Malaka khususnya.
Didalam areal Masjid Kampung Hulu Malaka terdapat sebuah makam keramat yang diyakini merupakan makam Sayyid Abdullah Al-Haddad, yakni seorang guru agama yang dianggap wali pada masa-masa itu. Umat non-muslim tidak diperbolehkan untuk masuk ke dalam masjid, namun masih boleh mengunjungi masjid ini hanya sekedar melihat dari luar saja.
Masjid Kampung Hulu Malaka berdiri di lokasi yang tidak pernah dipindahkan dari awal didirikan, yaitu berada di sebuah pusat kota mala yang terkenal dengan dominasi ruko-ruko milik keturunan warga China.
Arsitektural Masjid Kampung Hulu
Arsitektural bangunan Masjid Kampung Hulu dibangun dengan adopsi dari arsitektur Sumatera dan Jawa, dilengkapi dengan satu bangunan menara di bagian samping kiri masjid, dan terpisah jauh dengan bangunan utamanya. Atap bangunan masjid ini dibuat sedemikian rupa menyerupai bentuk piramida yang bersusun tiga, dengan 4 soko guru utama sebagai penopang utama, dan beberapa soko guru yang lebih kecil untuk menopang bagian atap lainnya.
Jika dilihat sekilas, memang Masjid Kampung Hulu ini sangat mirip dengan masjid yang ada di Sumatera dan di Pulau Jawa, jadi Orang Indonesia yang datang berkunjung pastinya tidak akan merasa asing dengan desain bangunannya.
Selain Budaya Sumatera dan Jawa, ternyata Budaya Bangunan Cina juga diadopsi, terlihat dari Ornamen dari puncak atap di Impor langsung dari Cina, keramik sebagai pelapis lantai juga didatangkan dari negara Cina, bahkan bentuk bangunan menaranya lebih mirip dengan bangunan Pagoda.
Sejarah Masjid Kampung Hulu Malaka – Malaysia
Bangunan Masjid Kampung Hulu didirikan pertama kali pada tahun 1728 oleh Dato’ Samsudin Bin Arom, seorang Wakil dari Masyarakat Melayu pada saat masa-masa penjajahan Belanda di Malaka. Pada saat itu, kebebasan umat beragama masih sangat dihargai dan agama apapun diperbolehkan untuk mendirikan tempat ibadahnya. Namun, kebijakan pembebasan agama apapun tersebut ternyata hanya sebagai sebuah politik yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda, agar simpatisme dari masyarakat pribumi bisa didapatkan oleh Belanda, setelah Portugis membumi hanguskan seluruh tempat ibadah yang ada di Malaysia, kecuali bangunan Gereja Katolik.
Kemudian, pada saat Portugis dikalahkan oleh Belanda pada tahun 1640-an, kekuasaan Malaka pun beralih kepada Belanda. Pada masa penjajahan Belanda inilah agama Katolik dilarang, selain itu diperbolehkan.
Kemudian kolonial Belanda menunjuk Dato’ Syamsuddin bin Arom sebagai Kapitan, pimpinana masyarakat pada masa itu, untuk memimpin sebuah pembangunan masjid dan memimpin umat muslim di Malaka.