Biasanya masjid memiliki bangunan yang identik dengan kubah dengan hiasan beragam mosaic dan dilengkapi dengan menara yang tinggi menjulang. Namun di Afrika Barat terdapat sebuah masjid yang sangat unik dan megah tepatnya di sebuah kota kecil di pusat Mali. Masjid yang megah dan unik ini pembuatannya selesai hanya dalam kurun waktu satu tahun yang dibangun pada tahun 1906. Keunikan dari masjid ini adalah karena terbuat dari lumpur dan diresmikan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan situs sejarah dunia di tahun 1988. Bahkan di setiap tahunnya panduduk Mali selalu mengadakan festival dan melapisinya dengan plester yang sangat banyak. Festival tersebut sangat meriah dan penuh tawa. Tak hanya orang dewasa saja, anak-anak juga banyak yang mengikuti festival ini, mereka mencampur lumpur dengan sekam lalu memplester ulang masjid Djenne dengan tujuan agar bangunan masjid tetap kokoh.
Masjid yang pertama kali dibangun pada tahun 1240 Masehi ini terlihat polos dan hanya terdapat sedikit ornamen yang menghiasinya. Masjid ini dibangun oleh Sultan Koi Kunboro, pada masa awal dia masuk islam dan mengubah istananya sendiri menjadi tempat untuk beribadah. Keindahan dan kemegahan masjid pada saat itu diakui oleh Penguasa Djenne di awal abad ke 19, Sheikh Amadou. Arsitektur yang dibuat pun bergaya ala Sudan Sahili yang mencerminkan kearifan masyarakat lokal Afrika Barat. Sang arsitek, Ismaila Traore telah menyulap lumpur yang digunakan sebagai bahan dasar masjid menjadi sebuah masjid yang memiliki seni tinggi. Ismaila hanya menggunakan bahan-bahan tradisional seperti batang dan cabang pohon yang diaduk bersama bata lumpur kering dan juga tanah liat serta hanya menggandalkan sinar matahari sebagai pengerasnya. Lumpur yang dihasilkan menjadi kuat dan kokoh seperti halnya semen. Terdapat dinding yang kokoh dibangun diatas tanah seluas 5.625 meter persegi yang terbuat dari bata lumpur dan pada bagian luarnya diplester menggunakan lumpur yang sangat lembut. Keunikan lainnya adalah Pohon palem yang digunakan untuk membuat tembok masjid ,sehingga mampu menyanggah masjid dari bahan lumpur.
Mihrabnya memiliki tiga menara yang tingginya mencapai hingga 11 meter dan menonjol di atas dinding utama. Dalam setiap menara tersebut berisi tangga spiral yang menghadapke atap. Di puncak menara tersebut yang berbentuk kerucut telur burung unta yang menyimbolkan kemurnian dan kesuburan. Dinding masjid Djenne memiliki ketebalan antara 40 sampai 60 sentimeter yang makin keatas dinding tersebut maka ketebalannya makin menipis. Dinding tersebut berfungsi untuk menahan berat dari struktur masjid dan juga memberikan insulasi sinar matahari gurun yang menyengat. Pada siang hari tembok dari luar perlahan terasa panas namun dibagian dalam tetap memberikan kesejukan bagi para jemaah. Sedangkan pada malam hari tetap terasa hangat karena udara panasnya tersimpan di dalam tembok dan memberikan kehangatan di dalam masjid tersebut. Meskipun lantainya tidak berubin, suasana di masjid Djenne sangat terasa kental akan nuansa islami.
Tak hanya penduduk Mali saja yang mengunjungi atau melakukan ibadah di masjid ini, banyak orang dari berbagai mancanegara datang dan mengunjungi masjid unik ini. Tak jarang orang yang datang ke Afrika Barat selalu menyempatkan waktunya untuk sekedar melihat atau beribadah di masjid yang terbuat dari lumpur ini. Selain itu, tak jarang dari mereka datang untuk berdo’a, belajar hingga berguru pada ulama yang ada disana.