Contents
Masjid Katangka di bangun oleh Sultan Alauddin sebagai pengukuhan agama Islam sebagai agama Kerajaan Gowa Sulawesi Selatan. Masjid tertua di Pulau Sulawesi ini di bangun di dalam kompleks benteng Kerajaan Gowa sebagai tempat sholat untuk raja dan pengawal raja. Masjid Katangka juga digunakan sholat oleh para saudagar muslim yang berasal dari Melay, India dan Arab karena wilayah Gowa menjadi perlintasan perdagangan saat itu. Masjid ini memiliki dinding yang sangat kokoh dengan ketebalan 120 sentimeter sehingga juga berfungsi sebagai benteng pertahanan ketika terjadi peperangan.
Masjid ini dinamakan Masjid Katangka karena berlokasi di kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Selain itu, nama Katangka, berasal dari bahan baku dasar masjid tersebut diambil dari pohon katangka. Majid Katangka sekarang dikenal dengan sebutan Masjid Tua Al Hilal atau juga dikenal dengan nama Masjid Agung Syeh Yusuf. Untuk mengenal lebih jauh tentang masjid ini ada beberapa poin penting yang harus di ketahui.
Sejarah
sumber : https://travel.detik.com/
Masjid Tua Al Hilal yang di kenal dengan Masjid Katangka ini di bangun pada tahun 1603 oleh Sultan Alauddin I di masa pemerintahan Raja Gowa XIV. Sultan Alauddin adalah Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam dan Sultan Alauddin adalah kakek dari I Mallombassi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Tumenanga ri Balla Pangkana atau yang dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin, Raja Gowa ke enam belas.
Awalnya, lokasi berdirinya Masjid Al Hilal atau Masjid Katangka adalah lokasi yang digunakan sholat oleh rombongan ulama dari Yaman yang bertujuan berdakwah. Tujuan utama yang dilakukan oleh para ulama Yaman adalah menemui Raja Gowa untuk mendakwahkan Islam. Awalnya ditolak oleh Raja Gowa, kemudian para ulama dari Yaman menemui ulama Islam asal Minangkabau di pesisir. Kemudian ulama asal Minangkabau diutus untuk meng-Islamkan raja-raja di Sulsel dan akhirnya Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabbia masuk Islam dan namanya diganti menjadi Sultan Alauddin. Sebagai pengukuhan Islam sebagai agama kerajaan dibangunlah Masjid Katangka di lokasi ulama Yaman melaksanakan sholat.
Renovasi Dan Pemugaran
sumber : http://matasulsel.com/
Masjid Katangka menurut sumber tercatat mengalami enam kali renovasi dan 3 kali pemugaran. Pemugaran pertama dilakukan pada tahun 1818 oleh Mangkubumi Gowa Sultan Kadir. Kemudian pemugaran kedua pada tahun 1826 oleh dilakukan pada masa Raja Gowa Sultan Abdul Rauf, dan pemugaran ketiga pada tahun 1893 dilakukan oleh Raja Gowa Sultan Muhammad Idris. Tidak berhenti disitu, masjid ini mengalami renovasi pertama pada tahun 1948 yang dilakukan oleh Raja Gowa Sultan Muhammad Abdul Aidid dan Qadhi Gowa H Mansyur Daeng Limpo. Renovasi kedua pada tahun 1962 oleh Mangkubumi Gowa Andi Baso Daeng Rani Karaeng Bontolangkasa, serta renovasi dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1973, 1978, 1980, hingga tahun 2007 dengan dana pemerintah dan hasil swadaya masyarakat Kabupaten Gowa.
Asal Nama Katangka
Katangka adalah nama jenis pohon yang dahulu banyak tumbuh di lingkungan sekitar masjid ini. Kemudian kayu katangka ini digunakan sebagai salah satu material pembangunan masjid ini. Katangka adalah jenis pohon endemis dan kayunya dianggap sebagai kayu kehormatan oleh orang Makassar. Sekarang keberadaan pohon katangka sudah sangat langka
Cagar Budaya
Masjid Tua Al-Hilal atau Masjid Katangka sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya nasional melalui surat keputusan Nomor : 240/M/1999, tanggal 4 Oktober 1999, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Juwono Sudarsono.
Lokasi
Masjid Katangka berlokasi di Jl. Syeh Yusuf, Desa Katangka, Kecamatan Sumba Ompu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lokasi masjid sekitar 10 kilometer sebelah selatan pusat Kota Makassar (Lapangan Karebosi).
Arsitektur
sumber : http://matasulsel.com/
Masjid dengan luas bangunan 212,7 meter persegi, dan memiliki tinggi bangunan 11,9 meter, serta tebal dinding masjid mencapai 120 cm, yang terbuat dari batu kali. Masjid inidikelilingi pagar besi dan tembok. Dilihat dari penampakan luar masjid, Masjid Katangka memiliki gaya arsitektur Jawa yang mirip dengan Masjid Demak.
Bangunan masjid di topang oleh empat tiang utama atau soko guru. Keempat soko guru ini melambangkan empat sahabat utama Rasul Muhammad SAW, yaitu Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Pintu utama menuju ruang utama masjid berjumlah satu buah, pada dinding depan sebelah kiri kanan pintu terdapat hiasan terawang yang berfungsi sebagai ventilasi udara. Pintu bagian mihrab dan mimbar ada tulisan Arab dari ukiran kayu, dan di bagian depan mimbar ada dua bendera yang diikat di dua tombak.
Atap masjid bertingkat tiga, antara atap ke dua dan ke tiga terdapat pemisah berupa ruangan berdinding tembok dengan jendela di keempat sisinya, dan di puncak atap masjid terdapat mustaka. Atap masjid ini terbuat dari genteng tanah liat. Atap masjid ini seperti gaya arsitektur Jawa yang mirip Masjid Agung Demak. Masjid ini memiliki serambi yang menyatu dengan atap utama, serambi ini berfungsi sebagai ruang peralihan dan juga digunakan sebagai tempat belajar mengaji. Dinding masjid meskipun tidak dilapisi keramik tampak sangat terjaga. Tiang penyangga berbentuk pilar, berwarna putih. Lantai dasar telah dihiasi keramik berwarna krem.
Pusat Penyebaran Islam
sumber : https://www.beritasatu.com/
Dua tahun setelah Masjid Katangka berdiri, kemudian Sultan Alauddin menjadikan masjid ini juga sebagai pusat dakwah Islam Kerajaan Gowa. Tidak hanya itu, masjid ini juga menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa. Dari situlah penyebaran Islam dilakukan ke seluruh daerah di Sulawesi Selatan. Masjid ini menjadi masjid dengan fungsi yang sesungguhnya, yaitu tidak sekedar sebagai tempat ibadah, namun juga menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gowa. Beberapa ulama pernah ikut dalam menyebarka Islam lewat masjid ini, diantara ulama terkenal itu salah satunya Syekh Yusuf Taj al-Khalawati, ulama sekaligus pejuang, yang populer dengan sebutan Tuanta Salamaka.
Keberhasilan penyebaran Islam di Sulawesi Selatan oleh Kesultanan Gowa, dilakukan dengan menjadikan Masjid Katangka sebagai basis pusat pembinaan untuk melahirkan para dai dan ulama serta pusat pemerintahan. Cara ini yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. di Madinah, yakni tahapan istilamul hukmi (penerapan hukum) dengan menjadikan masjid sebagai pusat pemerintahan Daulah Islam di Madinah. Dari sinilah perluasan dakwah dilakukan dengan melakukan futuhat terhadap pemerintahan disekitarnya.
Tujuan Wisata
Masjid ini saat ini menjadi salah satu obyek wisata religi di Gowa. Karena memiliki keunikan dari bangunannya, yaitu dinding masjid yang masih kokoh hingga hari ini. Keunikan berikutnya adalah atap yang berbentuk piramida, dan keunikan ketiga, makam raja-raja Gowa ada di sekitar Masjid Tua Al Hilal. Masih ada lagi keunikan berikutnya yaitu pada puncak atap masjid ada sebuah guci, tetapi guci tersebut sudah rusak karena faktor usia.
Hal yang patut disayangkan dari Masjid ini dan mungkin masjid-masjid tua yang ada di nusantara adalah hanya menjadi sebuah monumen bersejarah dengan fungsi untuk beribadah dan menjadi tujuan wisata saja. Seharusnya masjid ini tetap menjadi pusat kegiatan dan penyebaran Islam yang mampu menuju sebuah peradaban Islam yang unggul.