Contents
Masjid Katangka Sulawesi Selatan saat ini menjadi benda cagar budaya nasional melalui surat keputusan Nomor : 240/M/1999, tanggal 4 Oktober 1999, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Juwono Sudarsono. Meskipun masjid ini masih difungsikan sebagai tempat ibadah, tetapi fungsi-fungsi lainnya yang dulu pernah diberlakukan,sekarang sudah tidak lagi. Padahal dulu Masjid Katangka Sulawesi Selatan dibangun tidak sekedar sebagai tempat ibadah saja, namun juga berfungsi sebagai pusat aktivitas dakwah dalam menyebarkan agama Islam, bahkan sebagai pusat pemerintahan karena pengambilan keputusan penting dalam kerajaan Gowa dilakukan di Masjid Katangka.
Keistimewaan dan keunikan Masjid Katangka Sulawesi Selatan ini di dukung oleh fakta-fakta tentang masjid ini. Adapun fakta-fakta tentang Masjid Katangka, ada beberapa fakta yang bisa diketahui sebagai pengetahuan untuk di ambil pelajarannya sebagai langkah untuk berdakwah dengan memakmurkan masjid.
Usia 4 Abad
sumber : https://id.wikipedia.org/
Masjid Katangka Sulawesi Selatan sudah memiliki usia sekitar 4 abad, karena dalam salah satu prasasti yang ada pada bagian belakang masjid tertulis bahwa Masjid Katangka dibangun pada tahun 1603. Berdasarkan keputusan Sultan Alauddin I sebagai Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam, sekaligus menetapkannya sebagai agama kerajaan. Maka dengan dasar itulah masjid ini di bangun pada tahun 1603. Namun, ada juga sejarawan yang berpendapat masjid ini di bangun pada abad ke 18. Apapun perbedaan pendapat itu, usia masjid masih tetap sekitar 4 abad.
Perpaduan Arsitektur
sumber : https://news.okezone.com/
Masjid Katangka Sulawesi Selatan sangat unik, karena memiliki perpaduan beberapa gaya arsitektur diantaranya arsitektur Jawa. Pada masjid ini bisa dilihat bentuk atap masjid berbentuk Joglo meskipun ada sedikit perbedaan dengan masjid tua yang ada di Jawa. Selanjutnya, arsitektur pada interior masjid, mulai tiang penyangga yang berbentuk bulat dengan ukuran besar ini biasa ditemui pada gaya arsitektur bangunan Eropa. Arsitektur Eropa juga bisa dilihat dinding masjid ini yang memiliki lapisan yang tebal, pada pintu gerbang Masjid Katangka Sulawesi Selatan juga bergaya arsitektur Eropa. Masih tentang interior masjid ini, pada mimbar masjid memiliki atap yang mirip dengan atap klenteng China, apalagi di sekitar mimbar masih terpasang keramik dari China.
Lembing Pada Mimbar
sumber : https://news.okezone.com/
Lembing atau tombak yang berada di sisi kanan dan kiri mimbar Masjid Katangka Sulawesi Selatan merupakan simbolisasi peristiwa yang terjadi di awal-awal pemerintahan Islam di Kerajaan Gowa. Peristiwa tersebut masih belum diketahui kebenarannya, diceritakan konon ketika masyarakat belum memahami Islam dengan baik dan benar, mereka mempercayai bahwa jika bisa menggigit naskah khotbah ketika sholat Jumat dilakukan, mereka bisa menjadi sakti dan kebal terhadap senjata apapun. Untuk mengantisipasi hali ini, maka Sultan Alaudin memerintahkan dua pengawal dengan membawa tombak untuk menjaga di sisi kanan dan kiri mimbar ketika khotib sedang melaksanakan khotbah Jumat. Namun seiring dengan pemahaman masyarakat terhadap Islam sudah baik dan benar, maka pengawal tadi di gantikan dengan tombak atau lembing sebagai simbolisasi.
Renovasi
sumber : https://news.okezone.com/
Masjid Katangka Sulawesi Selatan dari sejak didirkan hingga saat ini telah tercatat mengalami renovasi selama enam kali. Renovasi pertama tercatat pada tahun 1816, ketika masa pemerintahan Raja Gowa XXX atas nama Sultan Abd Rauf. Renovasi berikutnya pada 1884, yang dilakukan oleh Raja Gowa XXXII, yaitu Sultan Abd Kadir. Selanjutnya pada tahun 1963 dilakukan oleh Gubernur Sulsel, tahun 1971 oleh Kanwil Dikbud Sulsel, tahun 1980, Swaka Sejarah dan Purbakala sulsel dan yang terakhir pada tahun 2007 yang dilakukan atas swadaya dari pengurus masjid dan bantuan dari masyarakat.
Benda Cagar Budaya
sumber : https://www.kompasiana.com/
Masjid Katangka Sulawesi Selatan terdaftar sebagai benda cagar budaya Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, dengan nomor urut inventaris 98, serta sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya nasional melalui surat keputusan Nomor : 240/M/1999, tanggal 4 Oktober 1999, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Juwono Sudarsono.
Makam Raja Gowa
sumber : https://daenggassing.com/
Pada kompleks masjid ini ada area pemakaman dari Makam Keluarga Keturunan Raja Gowa dan makam pemuka agama serta kerabat pendiri masjid. Khusus makam para pendiri masjid memiliki atap di atasnya berbentuk kubah, sedangkan makam keluarga keturunan Raja Gowa ditandai dengan pemasangan papan bicara.
Wisata Religi
sumber : https://daenggassing.com/
Masjid tua yang dulu menjadi pusat mengambil keputusan penting dalam kerajaan Gowa dan pusat penyebaran agama Islam di Sulawesi Selatan. Kini, masjid tua ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga menjadi tempat tujuan wisata religi, serta menjadi objek penelitian bagi para sejarawan dan penulis buku.