Terdapat sebuah masjid yang merupakan konservasi bangunan kuno peninggalan kejayaan pada masa lalu di Palembang Sumatera Selatan. Masjid yang usianya sudah tua yaitu lebih dari dua abad menjadikan masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II begitu berkharisama dan dicintai oleh berbagai orang-orang khususnya diwalayah sana. Ketika berkunjung ke masjid ini untuk melaksanakan shalat atau hanya ingin melakukan wisata religi akan mengobati sedikit kerinduan terhadap kejayaan Kesultanan Palembang di masa lalu. Masjid Agung Sultan Badaruddin II merupakan bangunan masjid yang bersejerah dari penghancuran besar-besaran oleh peninggalan Sultan pada saat pemerintah kolonial Belanda.
Lokasi masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II masuk dalam wilayah Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I kota Palembang. Tepatnya berada di pertemuan antara Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman sedangkan gerbang utaama masjid berhadapan langsung dengan bundaran air mancur yang menarik dan menjadi titik nol km di Palembang. Inilah salah satu keunikan yang dimiliki masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II yang jarang dimiliki oleh masjid lain pada umumnya.
Keindahan bangunan masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II dapat dilihat dari atas Jembatan Ampera, yaitu jembatan yang diabadikan sebagai lambang provinsi Sumatera Selatan sekaligus sebagai landmark kota Palembang. Msjid yang merupakan kebanggaan warga Palembang ini berada di pusat kota yang memudahkan bagi siapa pun untuk mengunjunginya.
Dinamakan masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II karena merupakan sebuah penghormatan dan untuk mengenang jasa-jasa Sultan Mahmud Badaruddin II. Beliau adalah seseorang yang sangat gigih dalam melawan pasukan Inggris dan Belanda hingga beliau pernah diasingkan ke Ternate di Maluku Utara dan wafat pada tanggal 26 September 1852 lalu dimakamkan di Ternate. Beliau adalah seorang Sultan yang sangat disegani dan dicintai oleh rakyatnya yang berkuasa di Kesultanan Palembang Darussalam mulai dari tahun 1803 hingga tahun 1821.
Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767 memiliki nama asli Raden Hasan Pangeran Ratu. Atas jasanya yang begitu berharga, Sultan Mahmud Badaruddin diberikan kehormatan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasioanl bahkan gambar wajahnya diabadikan dalam uang kertas Republik Indonesia.
Perlu diketahui bahwa awalnya masjid ini merupakan masjid Kesultanan Palembang Darussalam. Tak sedikit masyarakat menyebutnya sebagai masjid Sultan. Namun namanya diubah menjadi Masjid Agunh Palembang dan pada tahun 2003 terjadi perluasan besar-besaran kemudian Presiden Megawati Soekarno Putri meresmikan masjid ini sebagai masjid Nasional.
Sejarah awal dari pembangunan masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II dimulai dengan peletakan batu pertama kali yang dilakukan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I atau dikenal juga dengan nama Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo. Peletakan batu tersebut terjadi pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1151 H atau bertepatan dengan tanggal 1738 M yang berada di belakang Benteng Kuto Besak di dalam komplek Keraton Kesultanan Palembang Darussalam.
Lalu pada tanggal 28 Jumadil Awal 1161 H atau 26 Mei 1748 M. karena masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II dibangun sudah sangat lama bangunan masjid ini tidak memiliki menara. Tetapi pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin yang menjabat dari tahun 1758 hingga 1774 dibangun menara disebelah barat yang terpisah dengan bangunan masjid. Masjid ini dipengaruhi oleh gaya arsitektur Indonesia, China dan Eropa yang dibagian pintu masjid sangat tinggi dan besar berasal dari gaya Eropa. Sedangkan bentuk atap masjid utama yang mirip dengan kelenteng memiliki gaya arsitektur China.