Masjid yang memiliki nuansa Tiongkok yang sangat kental ini memiliki keunikan tersendiri, karena tidak dibangun oleh orang-orang dari etnis Tiongkok, namun dibangun oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Pada saat itu, UMM memiliki rencana untuk membangun sebuah Rumah Sakit dengan fasilitas Masjid. Kemudian Rektorat UMM memutuskan untuk segera menyelesaikan pembangunan masjid terlebih dahulu agar bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
Setelah beberapa kali rancang bangunan silih berganti dan belum ada yang cocok, akhirnya ada 1 dengan arsitektur Tiongkok yang sangat kental yang dijadikan sebagai basis pembangunan masjid ini.
Masjid ini kemudian diberi nama oleh Rektor UMM Dr. Muhadjir Effendy sebagai “Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono”, yaitu salah seorang tokoh pelopor berdirinya Universitas Muhammadiyah Malang.
Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono berlokasi di Komplek RS Pendidikan UMM, Jln. Tlogomas, Malang, Jawa Timur. Atau tepatnya berjarak 500 meter dari kampus III UMM.
Sejarah Pendirian Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono
Pada saat awal pembangunan Rumah Sakit Pendidikan UMM, Rektor UMM Dr. Muhadjir Effendy kemudian memberikan saran agar pembangunan Masjid lebih diutamakan. Kemudian kontraktor pun membangun bangunan masjid terlebih dahulu hingga selesai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai media tempat peribadatan mereka. Menurut beliau, membangun moral pada awal jauh lebih penting daripada membangun fisik, artinya sebelum membangun Rumah Sakit, lebih baik pembangunan masjid yang didahulukan.
Pembangunan masjid ini pertama kali dilakukan dengan peletakan batu pertama pada tangagl 22 Juli 2009 oleh Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Bambang Sudibyo. Pembangunan masjid ini memerlukan waktu hingga 1 tahun lebih 2 bulan, selesai dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 24 September 2010. Setelah acara peresmian dan sambutan dari beberapa pihak terkait, acara kemudian dilanjutkan dengan Sholat Jum’at berjamaah, karena memang pada saat peresmian masjid ini bertepatan dengan hari Jum’at.
Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono dibangun berukuran sekitar 300 meter persegi dengan tiga lantai. Masjid ini juga menjadi masjid ke-3 yang dibangn oleh UMM, setelah Masjid Ad-Dakwah di Kampus II UMM, dan Masjid AR Fahruddin di kampus III UMM. Sebagai catatan, Masjid AR Fahrudin sendiri merupakan masjid dengan lima lantai dan menjadi masjid kampus terbesar se-Asia Tenggara.
Nama Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono memang diambil dari salah satu tokoh besar Muhammadiyah di Malang, untuk memberikan semangat dakwah dan filosofi agar masjid tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat sekitar.
Arsitektur Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono
Arsitektur Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono memang dibangun sedemikian rupa dengan adopsi seni bina bangunan khas Tiongkok dengan tiga lapis atap. Filosofi yang didapatkan dari pembangunan masjid bergaya Tiongkok ini adalah UMM bersifat Universal dan tidak fanatik terhadap apapun, sehingga proses belajar mengajar dapat dilakukan dimana saja, bahkan di Negeri China.
Kemudian Filosofi dari 3 atap masjid yang dibangun bersusun tersebut adalah pedoman hidup manusia yang harus memiliki Iman, Islam , dan Ihsan, agar menjadi sosok manusia dengan kepribadian yang baik.
Masjid KH. M. Bedjo Darmoleksono memang dibangun dengan gaya arsitektur yang khas dengan budaya Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak terpaku dengan Arab, artinya adopsi Islam juga bisa dimulai oleh masyarakat dari etnis Tionghoa yang mencari agama yang sesungguhnya.
Selain bangunan utama yang memang bergaya khas Tiongkok yang dijadikan tempat ruang sholat utama, ada 1 bangunan lagi di samping kanan masjid yang dibangun untuk tempat wudhu dan toilet. Kemudian ada 1 ruangan yang dapat difungsikan sebagai aula serbaguna untuk keperluan rapat dan lain sebagainya.