Di Purworejo tepatnya di sebelah barat alun-alun kota Purworejo terdapat sebuah masjid yang terkenal. Masjid tersebut adalah masjid Agung Darul Muttaqien yang populer karena memiliki bedug terbesar di dunia. Dengan adanya beduk yang sangat besar menjadikan daya tarik sendiri bag wisatawan yang berkunjung ke masjid agung Darul Muttaqien. Beduk besar yang memiliki ukuran sangat besar dan umurnya sudah sangat tua sama dengan usia dari masjid Agung Darul Muttaqien.
Pembangunan masjid Agung Darul Muttaqien dimulai pada tahun 1834 M ketika masa pemerintahan Bupati Purworejo pertama yaitu Kanjeng Adipati Arya Cokronegoro I. Masjid Agung Darul Muttaqien menjadi salah satu masjid yang hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi kebanggan bagi masyarakat Purworejo di Jawa Tengah.
Masjid ini berdiri diatas tanah seluas 8.825 meter persegi dengan bangunan utamanya berukuran 21 x 21 meter, serambi masjid 25 x 21 meter dan sayap kiri kanannya berukuran 6 x 21 meter. Dilihat dari luar masjid Agung Darul Muttaqien memiliki arsitektur Jawa berbentuk Tanjung Lawakan Lambung Teplok atau mirip dengan desain masjid Agung yang berada di Keraton Kota Solo. Atap masjid ini tumpang tiga, pada atap pertama disebut dengan panilih yang artinya syariah, atap kedua disebut sebagai penangkup artinya toriqoh sedangkan atap ketiga adalah brunjung yang artinya hakekat. Pada masjid tersebut terdapat juga mahkota yang memiliki makna ma’rifat.
Ketika memasuki masjid, akan ditemukan papan dengan tulisan Jawa dan Arab dengan arti ‘ RAA Cokronagoro Ping I Mas Pateh Cokrojoyo Purworejo: 1762’. Bagian atap masjid ditopang oleh empat soko guru dan 12 soko rowo persegi yang dihubungkan dengan balok gantung rangkap dari kayu Jati Bang yang berusia ratusan tahun. Warna hijau menghiasi soko guru tersebut dengan hiasan geometris dan bersiri di atas umpak. Sedangkan soko rowo berbahan batu bata dengan bagian bawahnya dilapisi keramik yang berwarna hijau.
Pada masa pemerintahan Bupati Cokronegoro I mulai dibangun beberapa bangunan yang digunakan sebagai kepemerintahan berpusat di alun-alun. Masjid Agung Darul Muttaqien selesai dibangun pada tanggal 2 bulan Besar Tahun Alip 1762 atau 16 April 1834 M. terdapat beberapa alasan mengapa bangunan masjid ini terletak di kota Purworejo. Salah satu alasannya adalah kota tersebut dikelilingi oleh perbukitan yang hijau dan sejuk yaitu bukit Menoreh di sebelah timur, bukit Geger di sebelah utara dan disebelah barat terdapatt gunung Pupur. Selainn itu terdapat juga dua aliran sungai yang bernama kali Bogowonto dan kali Jali yang memiliki latar belakang Gunung Sumbing.
Masjid Darul Muttaqien memiliki khas tersendiri karena beduknya berukuran sangat besar dan menjadikan beduk tersebut beduk terbesar di dunia. Beduk itu pun memiliki nama beduk Pandawa atau beduk Pendow dan disebut juga dengan beduk Kyai Bagelan.
Beduk pendowo dibuat pada tahun 1834 M sama halnya dengan didirikan pertama kali masjid Agung Darul Muttaqien. Tabung bedugnya berbahan kayu jati termasuk 120 paku disekelilingnya pada sisi depan dan 98 paku sekeliling sisi belakang. Saat ini beduk Pandowo diletakkan di sebelah dalam serambi masjid. Jika ingin mendengarkan suara beduk ini disarankan datang pada waktu menjelangnya shalat fardhu dan pada saat menjelang shalat Jum’at.