Meskipun mayoritas penduduk di Vietnam bukanlah muslim, namun tak menyurutkan bagi beberapa kaum muslim disana untuk memiliki sebuah bangunan ibadah untuk mereka. Salah satunya alah di kota Hanoi yang merupakan ibukota dari Negara Vietnam. Perlu diketahui bahwa pada era 1970-an terjadi sebuah peperangan antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Namun saat itu peperarangan tersebut berhasil dan paska peperangan tersebut terdapat sebuah bangunan umat muslim yang telah berdiri kokoh. Bangunan tersebut adalah masjid Al-noor. Tetapi warga sekitar lebih mengenalnya dengan nama Masjid Hanoi atau Hanoi Mosque. Tak heran masjid Hanoi saat ini telah berumur sudah sangat tua berhubung paska peperangan yang terjadi antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan sudah terjadi dalam kurun waktu yang sudah lama.
Masjid Al-Noor berada di 12 Hang Luoc Street, Hoen Kiem, Hanoi, Vietnam. Masjid ini letaknya cukup strategis karena berada di kawasan Old French Quarter of Hanoi City dan dekat dengan Galaxy Hotel serta tak jauh dengan Dong Xuan market. Masjid Al-Noor juga merupakan satu-satunya masjid yang berada di kota Hanoi dan merupakan sentral penyebaran agama Islam di Hanoi. Para jamaah yang melaksanakan ibadah atau melakukan berbagai kegiatan islam pun bercampur baur dari berbagai kalangan. Seperti pegawai kantor kedutaan, beberapa perwakilan Negara dan termasuk juga muslim ekspatriat berada di masjid Al-Noor.
Perlu diketahui, menjadi kaum minoritas islam di Vietnam tak membuat para muslim disana terpencil. Vietnam sendiri memiliki sejarah islam yang tidak bisa lepas dari sejarah Kerajaan Islam Campa yang pernah berkuasa disana. Pada tahun 650 sejak masa Khalifah Usman Bin Affan, beliau mengutus pasukannya untuk datang ke Campa dan juga ke Dinasti Tang yang berada di Cina. Tak heran, jauh sebelumnya, dahulu di Vietnam merupakan sebuah Negara yang memiliki agama Islam begitu kental dan terdapat juga hubungannya dengan sejarah islam di Indonesia. Namun jika dilihat dengan kondisi sekarang di Vietnam, hal tersebut sangat sulit untuk dipercayai.
Pada tahun 1976 terjadi sebuah migrasi besar-besaran yang dilakukan oleh kaum Muslim di Vietnam seiring dengan terbentuknya Negara Republik Sosialis Vietnam paska perang Vietnam. Dan sejak itu pula negara tersebut beraliran komunis sehingga menciptakan suasana dan keadaaan yang tidak nyaman bagi kaum muslim disana untuk tinggal. Oleh karena itu, banyak dari kaum muslim di Vietnam melakukan imigrasi ke berbagai negara lain untuk melanjutkan kehidupan mereka. Sekitar 55.000 jumlah dari muslim Campa imigrasi ke Malaysia dan sebanyak 1.750 pindah ke Yaman serta lainnya menetap di Taiz.
Mereka yang tetap tinggal di Vietnam merasa sangat tidak nyaman karena disana beebrapa tempat ibadah kaum muslim telah di tutup oleh pihak yang berkuasa. Meskipun demikian, namun para muslim disana dapat lolos dari berbagai penderitaan dan kekejaman pemerintah komunis Vietnam. Hingga pada tahun 1981 pemerintah setempat mengizinkan bagi para pendatang untuk berbicara dengan kaum muslim disana serta dapat melaksanakan shalat berjamaah.
Pada sekitar tahun 1985-an, komunitas msuslim yang sudah berada di kota terbesar Vietnam, Ho Chi Min City tersebut sudah mulai beragam, mulai dari kawasan Afrika Utara, Oman, Yaman, Malaysia, Pakistan, Bahkan ada yang berasal dari Nusantara kita Indonesia. Keseluruhan komunitas tersebut pada tahun 2012 lalu sudah mencapai 10 ribu orang, dan pastinya saat ini sudah bertambah lebih banyak. Mekipun begitu, agama Islam di Vietnam juga masih saja menjadi agama minoritas.
Sejarah Berdirinya Masjid Al-Nour Hanoi
Pada sekitar abad ke-19 M, para pedagang yang berasal dari India, Pakistan, Bombai, Karachi dan Kalkuta telah menempati secara mapan di beberapa kota Vietnam Utara dan Selatan (Sebelum di gabungkan menjadi satu). Artinya, para pedagang tersebut sudah mendapatkan penghidupan yang layak, dimana jumlah nya pada tahun 1930-an sudah mencapai ribuan, kemudian mereka pun membentuk slaah satu perkumpulan besar (perkumpulan pasar) di seluruh kawasan Indocina untuk lebih mengembangkan usaha perdagangan mereka, terutama pada bahan kain dan juga Exchanger atau pertukaran mata uang. Beberapa dari mereka bahkan menjual belikan batu permata.
Para pedagang tersebut tersebar di hampir seluruh jalan-jalan besar yang ada di Vietnam, sedangkan di kota Hanoi mereka bertempat di wilayah “Rue De La Soie” atau biasa disebut dengan Jalan Sutera. Kegiatan perdagangan tersebut juga bisa dinilai sangat lancar, karena mereka menjalin kerjasama dengan beberapa negara lain seperti China dan Singapura.
Pedagang-pedagang tersebut bisa dikatakan sebagai pedagang yang “Sukses”, karena kekayaan yang didapatkan dari berdagang juga sangat lumayan. Para saudagar yang sudah sukses inilah yang kemudian mempunyai gagasan untuk membangun Masjid “Al-Noor” yang berlokasi di Kota Hanoi, dan juga membangun masjid-masjid lainnya pada sekitar akhir abad ke-19. Sampai saat ini Masjid Al-Noor masih sangat ramai dengan jamaah dari komunitas muslim, terutama jamaah dari kantor-kantor keduataan besar, seperti Kedutaan Besar Malaysia, Bangladesh, Afganishtan, Irak, Pakistan, Algeria, Lebanon, Libya, Mesir, bahkan dari Indonesia. Beberapa anggota kedubes tersebut seringkali berjamaah bersama-sama di Masjid Al-Noor, tanpa memandang warga kenegaraan masing-masing.
Pengurus Masjid Al-Noor
Pengurus Masjid atau disana biasa disebut dengan “Mosque Management Committee” terdiri dari beberapa perwakilan kedutaan besar, kemudian di ketuai sendiri oleh salah satu perwakilan pedagang yang ditunjuk. Beberapa kedutaan yang ikut menjadi pengurus masjid adalah, Libya, Mesir, Algeria, Irak, dan juga Indonesia. Namun, karena semakin bertambahnya anggota Committe, akhirnya diputuskan bahwa pengurus masjid akan dipilih secara bergiliran dari berbagai negara lainnya.
Arsitektur Masjid Al-Noor Hanoi
Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang mengira bahwa bangunan Masjid Al-Noor ini adalah sebuah bangunan masjid, karena jika dilihat sekilas hanya akan menghasilkan kesan sebuah Pagoda. Namun, kesalahpahaman tersebut akan hilang tatkala melihat tulisan besar pada gerbang masjid dengan tulisan “Masjid Al-Noor” dalam tiga bagasa, yaitu Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan juga Bahasa Vietnam.
Gerbang masjid tersebut dibuat dengan sangat simpel, ditambah dengan pagar yang semuanya diberi warna putih. Bangunan utama masjid tidak dibuat terlalu besar, namun tetap minimalis dan elegan, dengan seni bina bangunan khas Eropa. Terlihat bahwa ada beberapa pilar-pilar bundar dari beton di bagian teras depan masjid dan juga didalam masjid. Penghubung antara pilar yang satu dan yang lain dibuat dengan lengkungan, dan juga jendela maupun pintu kaca.
Lantai masjid sengaja ditinggikan sekitar 3 jengkal dari permukaan tanah sekitarnya. Kemudian bagian mihrab dan mimbar juga dibuat sedemikan rupa secara sederhana, dengan bentuk cerung setengah lingkaran, yang mengadopsi gaya mihrab dan mimbar khas dinasti Mughal, India.
Sepeti kebanyakan masjid lain di negara non-muslim, Masjid Al-Noor juga terbuka untuk umum. Jadi siapa saja yang ingin berkunjung ke masjid ini akan selalu disambut dengan hangat, meskipun mereka beragama lain. Bahkan selama jamaah sholat berlangsung, mereka juga turut diijinkan untuk berkunjung, selama tetap tenang dan tidak mengganggu suasana sholat.