Masjid yang diberi nama “At Taibin” ini terletak di Jln. Senen Raya IV, RW 2, Senen, Kota Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
“At Taibin” dalam bahasa indonesia berarti adalah “Tempat Orang-Orang Bertaubat”, masjid ini memiliki sejarah yang lumayan panjang, yaitu mulai dari masa-masa kelam penjajahan indonesia oleh kompeni belanda.
Masjid ini sudah ada sejak 2 abad yang lalu, tidak heran jika masjid ini menjadi salah satu masjid tertua di jakarta. Masjid dengan masa usia yang sama dikawasan jakarta adalah Majis Az-Zawiyah yang terletak di daerah pekajon, dan dibangun oleh komunitas muslim arab pada masa itu. Kedua masjid yang sudah memiliki usia lebih dari 2 abad ini sekaligus menjadi saksi bisu tentang sejarah negara indonesia pada masa penjajahan belanda.
Waktu dua abad bukan merupakan waktu yang sebentar, masjid ini menjadi saksi mulai dari Daerah Khusus Ibukota yang dulunya hanya sebuah kampung berukuran luas, sampai menjadi kota metropolitan yang megah seperti sekarang. Bahkan gedung gedung besar disamping masjid ini membuat masjid At Taibin hanya seperti miniatur kecil sebuah bangunan saja.
Meskipun dikelilingi dengan hiruk pikuk masyarakat jakarta, serta gedung-gedung tinggi yang mengepungnya, namun tetap saja masjid ini dapat memberikan suasana yang sejuk kepada para penganut agama islam disana. Para pekerja, sopir, karyawan kantor, maupun pegawai biasanya menggunakan tempat ini untuk sholat berjamaah, pada saat waktu Isoma datang.
Sekilas Sejarah Masjid Jami’ At Taibin
Masjid At Taibin pada awal mulanya didirikan hanya oleh sekelompok pedagang sayur dan penduduk yang bertempat di Pasar Senen Jakarta. Pembangunannya dimulai pada tahun 1815, namun baru tercatat dan diketahui masyarakat luas mulai tahun 1918.
Dana yang digunakan untuk pembangunan masjid umumnya berasal dari swadaya masyarakat / dana sukarela yang dikumpulkan masyarakat setempat saja. bahkan desain dan arsitekturnya hanya seadanya, karena memang pada masa penjajahan belanda semuanya menjadi sangat kacau dan tidak terkendali.
Awalnya, masjid At Taibin ini memiliki nama “Masjid Kampoeng Besar”, kemudian dirubah menjadi “Masjid Imroni’ah” lalu dirubah kembali pada tahun 1970-an menjadi “Masjid At Taibin” seperti yang kita kenal saat ini.
Masjid ini dulunya, pada masa penjajahan difungsikan sebagai tempat untuk mengumpulkan bekal logistik untuk para pejuang kemerdekaan. Bekal logistik tersebut dikumpulkan dari para pelaku pasar di pasar senen, kemudian disalurkan kepada para pejuang dimedan perang.
Selain untuk tempat penyimpanan Logistik, masjid ini juga digunakan sebagai tempat pertemuan para ulama dan pejuang kemerdekaan dalam rangka menyusun strategi untuk melawan penjajah, misalnya saja pada pertempuran Senen, Keramat, dan pertempuran Tanah Tinggi.
Masjid ini pernah akan dibongkar pada tahun 1980-an namun alhamdulillah bisa diselamatkan oleh para ulama serta masyarakat setempat. Bahkan sampai saat ini, ditengah genjarnya pembangunan gedung-gedung pencakar langit Jakarta, masjid ini seakan tidak kehilangan nilai sejarahnya, dengan tetap mempertahankan keaslian dan ciri khas bangunan, serta penambahan fasilitas lain seperti madrasah pendidikan membaca Al-Qur’an dan Baitul Mal.
Sekilas Arsitektur Masjid At Taibin
Sedangkan dari segi Arsitekturnya, Masjid At Taibin didirikan diatas tanah dengan luas 711 meter persegi, dengan bentuk bangunan persegi panjang 25 x 20 m atau 500 meter persegi. Bagian lantai dibuat dari marmer, kemudian bagian atap dibuat tumpang dua dengan bahan genteng.
Untuk penyangga masjid terdapat 4 tiang yang berjejer terbuat dari kayu jati hitam, dengan ukiran kaligrafi sisi luarnya. Tiang-tiang kayu tersebut merupakan kayu jati hitam asli yang sudah berumur lebih dari 2 abad, sedangkan hiasan kaligrafi baru ditambahkan pada saat renovasi berlangsung.
Mimbar yang terdapat pada masjid berukuran 2 x 1,2 meter, dan juga terbuat dari kayu jati hitam dengan tinggi 3 meter. Bentuk mimbar pada masjid At Taibin mengingatkan kita pada mimbar-mimbar masjid yang dibuat pada zaman Wali Songo.
Arsitektur masjid ini mengadopsi perpaduan budaya Indonesia dan Eropa, maklum saja karena masjid ini memang dibangun pada saat kolonial belanda masih berkuasa di Indonesia.