Masjid Chaqchan ini juga terletak di atap dunia. Bagaimana tidak, bangunan masjid ini didirikan di Kawasan Gilgit Baltistan, yaitu salah satu kawasan yang menjadi pertemuan tiga puncak tertinggi di nuai yaitu Himalaya, Hindukush, dan Karakorum. Jadi, tidak heran jika masjid ini memang pantas mendapatkan julukan “Masjid di Atap Dunia”, karena terletak di puncak tertinggi dunia.
Kawasan Gligit-Baltistan sendiri menjadi surga untuk para pendaki dan pemanjat tebing, karena kawasan tersebut memang memiliki tebing-tebing yang menjulang tinggi. Bahkan berbagai macam flora dan fauna langka juga masih ada dan berkembang dikawasan tersebut.
Masjid Chaqchan ini menjadi salah satu masjid tertua di kawasan Khaplu, yang juga dibangun oleh Syed Ali Hamdan pada tahun 1384 Masehi, sama seperti Masjid Amburiq – Pakistan. Syed Ali Hamdan adalah penyebar agama Islam di wilayah Khaplu sekaligus Baltistan. Masjid ini juga merupakan masjid pertama kali yang dibangun dikawasan Khaplu yang menjadi saksi bisu penyebaran islam didaerah tersebut.
Sama seperti masjid-masjid tua lainnya, Masjid Chaqchan ini juga merupakan masjid yang sangat bersejarah, namun pernah hampir rusak total termakan oleh usia, karena memang bangunannya mayoritas hanya terbuat dari kayu saja. Untuk mencegah ambruknya masjid, akhirnya renovasi dilakukan oleh Aga Khan yang juga merestorasi bangunan masjid lain disekitar tempat tersebut.
Meskipun renovasi dilakukan, namun bangunan asli masjid ini masih dipertahankan sampai sekarang, termasuk berbagai bentuk ukiran dan ornamen yang sudah berumur ratusan tahun.
Arsitektural Masjid Chaqchan
Jika sekilas dilihat, memang bangunan ini tidak mirip sama sekali dengan bentuk bangunan khas masjid pada umumnya yang memiliki kubah besar dan ornamen islam lainnya. Jika dilihat dari seni bina bangunannya, masjid ini sangat kental dengan bangunan tempat peribadatan pemeluk agama Budha di Tibet. Hal ini bisa dimaklumi karena memang pada masa sebelum islam disebarkan oleh Syed Ali Hamdani, penduduk Khaplu mayoritas masih beragama budha.
Sebenarnya tidak hanya Masjid Chaqchan saja yang memiliki bangunan unik dan tidak mirip sama sekali dengan masjid didaerah pegunungan tersebut. eksterior dan interior bangunannya bahkan lebih mirip dengan bangunan khas agama Budha, dengan ukiran khas flora dan fauna khas Tibet.
Uniknya, bangunan Masjid Chaqchan ini memiliki 2 lantai yang berbeda dan digunakan pada musim yang berbeda pula. Pada musim dingin, lantai dasar masjid yang digunakan sebagai ruang sholat agar terhindar dari dinginnya suhu di daerah tersebut, sedangkan pada musim panas lantai ataslah yang menjadi ruang utama pelaksanaan ibadah.
Pada ruang utama, terdapat empat tiang kayu yang berukuran lumayan besar dengan ukiran-ukiran khas menghiasi keseluruhan tiang penopang atap tersebut. Beberapa ukiran geometris pun juga tampak pada bagian plafon masjid. Namun anehnya, tidak ada satupun ukiran yang terdapat dibagian pintu dan jendela masjid ini.
Lalu, mihrab pada masjid ini juga dibuat dari bahan baku kayu dengan denah kecil dan sangat sederhana. Diletakkan juga sebuah mimbar yang terbuat dari kayu disisi Mihrabnya, berbagai hiasan ukiran kayu khas tibet memenuhi keseluruhan bagian bangunannya kecuali pada bagian pintu dan jendela.
Jika dilihat dari lokasinya yang merupakan dataran tinggi, tidak heran jika masjid ini selalu “adem”, sehingga banyak yang singgah ke masjid ini untuk merasakan sensasi beribadah dengan udara yang sejuk alami. Apalagi berbagai pemandangan yang sangat indah juga turut dihadirkan sebagai bahan renungan tentang kekuasaan penciptaan Tuhan Yang Maha Esa.