Masjid Jami’ Indrapuri, Aceh ini menurut cerita masyarakat setempat dibangun diatas sebuah candi pada saat masyarakat sekitar sudah memeluk agama Islam. Meskipun sudah berumur sangat tua, namun masjid ini masih difungsikan sebagai tempat ibadah oleh masyarakat sekitar. Selain itu, bangunan Masjid Indrapuri ini juga ditetapkan sebagai cagar sejarah dan budaya nasional Indonesia, sehingga kelestariannya harus dijaga oleh masyarakat dan pemerintah setempat.
Hingga saat ini, Masjid Jami’ Indrapuri masih sangat ramai diukunjungi oleh para jamaah, terutama pada bulan Ramadhan. Masjid ini selalu menjadi salah satu agenda tujuan safari khusus Ramadhan untuk para petinggi kabupaten dan provinsi. Kunjungan tersebut selalu dilakukan untuk menanamkan penghargaan sejarah kepada masjid yang sudah berusia sangat tua tersebut.
Masjid Indrapuri terletak di Jln. Banda Aceh-Medan, Desan Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Sejarah Masjid Jami’ Indrapuri
Masjid Jami’ Indrapuri pada awalnya merupakan sebuah candi (menurut masyarakat sekitar) pada abad ke 12 Masehi di kerajaan Indrapuri. Berdirinya kerajaan tersebut jauh sebelum Kesultanan Aceh berdiri pada abad ke 15 Mashie.
Pada saat Kesultanan Aceh berdiri pada sekitar tahun 1507 Masehi, Agama Islam mulai menyentuh wilayah Indrapuri dan kemudian mengubah keseluruhan peradaban dan tata cara hidup di wilayah tersebut yang sebelumnya dipenuhi dengan budaya Hindu-Budha menjadi peradaban Islam. Fungsi Candi Indrapuri pun dialihfungsikan sebagai masjid.
Konon per-alihfungsian tersebut terjadi pada masa pemerintahan Sultan iskandar Muda yang berkuasa di Aceh pada tahun 1607 Masehi. Sultan Iskandar Muda inilah yang disebut-sebut sebagai pendiri Masjid Indrapuri yang menggantikan Candi Indrapuri tersebut.
Cerita tersebut juga sejalan dengan penjelasan dari Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan BP3 Aceh bahwa konstruksi kayu yang menjadi bahan baku bangunan ini berasal dari bangunan benteng yang diperkirakan menjadi bekas peninggalan Hindu. Benteng tersebut pada masa penjajahan belanda juga difungsikan sebajgai pertahanan dari serangan Portugis dan Belanda.
Setelah agama Islam berkembang menggantikan Agama Hindu yang kental di kawasan Indrapuri tersebut, akhirnya tempat peribadatan Hindu (Benteng) tersebut dihancurkan dan digantikan dengan bangunan sebuah masjid. Begitu juga berbagai macam ornamen asli penghias bangunan didalam masjid diplester, mengingat agama Islam melarang penggambaran makhluk bernyawa seperti Hewan /Manusia.
Memang agak sulit untuk menentukan kapan sebenarnya masjid ini dibangun, karena tidak adanya catatan otentik apapun yang dapat dijumpai di lokasi tersebut seperti prasasti yagn biasanya dapat ditemukan dimasjid-masjid tua lainnya.
Arsitektur Masjid Indrapuri – Aceh
Masjid Indrapuri berdiri diatas lahan seluas 33.875 mter persegi dengan konstruksi berbahan baku kayu, yang didirikan diatas konstruksi batu kapur dan tanah liat yang sebelumnya difungsikan sebagai Benteng pertahanan dan Candi.
Dinding benteng terssebut bahkan juga masih difungsikan sebagai pondasi Masjid Indrapuri ini. Bangunan utama masjid ini berbujur sangkar dengan ukuran 18,80 x 18,80 mter persegi dengan tinggi bangunan 11,65 meter. Bangunannya dikelilingi oleh tembok dengan tinggi 1,48 meter berundak empat. Pintu masuknya diletakkan di sebelah timur, dan untuk masuk kedalam masjid harus menaiki pelataran masjid ini, ada juga sebuah bangunan yang berfungsi sebagai penampungan air hujan dan berfungsi sebagai tempat mensucikan kaki.
Bentuk masjid saat ini menjadi perpaduan Masjid dan Benteng dengan Pagar Tembok Tebal dengan ketinggian 1,48 meter. Di bagian bawah masjid terdapat kolam air sebagai tempat untuk mensucikan kaki sebelum memasuki area bangunan utama masjid ini.