Masjid Lama Gang Bengkok diperkirakan didirikan pada tahun 1874. Bangunan masjid tersebut berdiri diatas tanah wakaf dari Haji Muhammad Ali. Namun beliau lebih dikenal dengan nama Datuk Kesawan. Ketika proses pembangunannya, Tjong A Fie yaitu seorang saudagar Tionghoa yang hijrah ke kota Medan pada awal abad ke 19. Tjong A Fie sendiri menanggung seluruh pembangunan masjid tersebut. Masjid tersebut belokasi di Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan Barat Kota Medan Sumatera Utara.
Masjid Lama Gang Bengkok tersebut memiliki sentuhan kental dari budaya Tionghoa dan Melayu. Perpaduan dari sentuhan tersbut menghasilkan sebuah bangunan masjid yang unik. Masjid Gang Bengok juga merupakan masjid tertua kedua di Kota Medan. Sebelumnya masjid Al Osmani merupakan masjid tertua yang berada di Kota Medan didirikan pada tahun 1854. Kemudian 20 tahun setelahnya, dibangunlah masjid Gang Bengkok yang juga memiliki sebuah sejarah antara orang melayu dengan orang Tionghoa.
Tepatnya masjid Lama Gang Bengkok didirikan pada tahun 1874. Memiliki nama yang aneh karena pada awal pembangunannya berada di sebuah gang sempit. Kemudian terdapat sebuah belokan atau tikungan pas di depan masjid tersebut. Ditambah dengan tidak pernah adanya nama resmi yang terdapat pada masjid itu sehingga masjid tersebut diberi nama masjid Lama Gang Bengkok. Pendiri masjid Gang Bengkok adalah Sultan Deli yang juga tidak memberikan nama resmi terhadap masjid tersebut sehingga masyarakat sekitar menamainya dengan Masjid Lama Gang Bengkok.
Dilihat dari arsitektur masjid Lama Gang Bengkok, masjid ini bukan merupakan sebuah bangunan untuk melaksanakan ibadah. Melainkan seperti sebuah Klenteng bagi umat Khonghucu. Tetapi sebenarnya ketika memasuki masjid Lama Gang Bengkok maka akan terlihat jelas serta akan sangat terasa suasana masjid yang begitu kental. Bangunan seperti Klenteng tersebut tak heran karena yang membangunnya sendiri adalah seorang tokoh Medan dari etnis Thionghoa. Tetapi jika dilihat lebih didominasi dengan bentuk Kelenteng, namun masjid Gang Bengkok tetap memiliki sentuhan Melayu serta Islam.
Sentuhan dari gaya Melayu dapat ditemukan pada bagian plafon masjid yang terdapat hiasan juga disebut dengan ‘Lebah bergantung’. Hiasan tersebut dibuat dari kayu menghasilkan ukiran yang sangat unik dan mempesona sehingga menghasilkan semacam tirai dengan warna kuning. Warna kuning sendiri merupakan warna khas dari Melayu. Kemudian pada bagian gapura masjid Lama Gang Bengkok mendapatkan sentuhan dari gaya Islam Persia.
Meskipun telah mengalami renovasi, tepatnya pada bagian dinding, pintu dan atap masjid, bentuk bangunan masjid tersebut masih mempertahankan dari sisi keasliannya. Pada ruang utamamasjid ini memiliki ukuran 18 x 18 meter dengan tiang penyangga yang berjumlah empat berdiameter 2.1 sentimeter. Ke empat tiang penyangga tersebut sama seperti dengan tiang penyangga yang dimiliki oleh rumah Tjong A Fie yang berada di Jalan Ahmad Yani Kota Medan. Dikatakan bahwa tukang yang membangunmasjid Lama Gang Bengkok adalah tukang yang juga membangun rumah Tjong A Fie.
Masjid Lama Gang Bengkok tidak memiliki kubah besar tetapi terdapat sebuah menara disamping masjid. Atapnya yang begitu luas seperti Kelenteng menjadikan masjid ini memiliki keunikannya sendiri. Selain digunakan sebagai tempat beribadah, masjid ini juga memiliki aktivitas lainnya seperti pengajian rutin serta berbagai keagamaan lainnya. Didalam masjid tersebut juga telah disediakan perpustakaan dengan sekitar 500 judul buku pengetahuan umum dan agama. Berada di pinggir jalan tak heran masjid ini selalu ramai oleh pengunjung disamping bentuk bangunannya yang unik.