Di indonesia terdapat beberapa masjid tertua tersebar di nusantara. Salah satunya adalah masjid Mantingan. Masjid ini merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di indonesia. Tepatnya berlokasi di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Pada bangunan utama masjid terdapat lantai yang tinggi ditutup dengan ubin yang terbuat dari bahan yang berasal dari Tiongkok dan undak-undakannya berasal dari Makao. Sedangkan di bagian atap hingga bubungan-nya mengadopsi gaya Tiongkok. Di bagian dinding luar dan dalam masjid dihiasi dengan piring tembikar yang berwarna biru. Sedangkan dinding yang berada di sebelah tempat imam dan khatib dihiasi dengan relief-relief bergambar margasatwa.
Di sebelah timur masjid Mantingan terdapat makam Sultan Hadiri atau dikenal juga dengan nama Adipati Jepara, Ratu Kalinyamat atau seorang istri dari Sultan Hadiri, patih Sungging Badar Dawung, Pembantu Sultan Hadiri dan Cie Gwi Gwan yang merupakan saudara dari Sultan Hadiri keturunan China. Sultan Hadir merupakan Adipati Jepara pada tahun 1536 hingga 1549. Beliau adalah seorang penyebar agama islam di pesisir utara Jawa pada masa itu.
Masjid Mantingan didirikan pada tahun 1559 M atau 1481 Saka. Hal itu sesuai dengan pernyataan yang di tulis oleh Sultan Hadiri di dalam masjid Rupa Brahmana Wanasari. Sebenarnya Sultan Hadiri berasal dari Aceh. Beliau adalah seorang utusan Sultan Aceh setelah ia mempelajari agama Islam di Mekah. Selanjutnya beliau berlayar ke China dan kemudian berlabuh di tanah Jawa tepatnya di Jepara. Lalu beliau menikah dengan wanita yang bernama Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono yang merupakan saudara perempuan Sultan Trenggono. Sultan Hadiri dinobatkan sebagai Adipati Jepara dan berkuasa dari periode 1536 hingga 1549. Setelah beliau wafat, kekuasaan pemerintahannya dilanjutkan oleh istrinya, Ratu Kalinyamat pada tahun 1549 sampai 1579.
Masjid Mantingan memiliki arsitektur yang unik, terlihat adanya relief-relief yang mengambarkan budaya pada masa pembangunannya. Budaya Hindu juga masih terlihat kental mewarnai perkembangan budaya masyarakat disana. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ornamen motif-motif yang ada pada hiasan masjid. Adanya motif binatang seperti kijang, gajah dan kera dengan tercetak sangat halus pada jenis batu kapur yang sangat keras. Selain itu, keunikan masjid ini terdapat pada relief gambar tentang cerita Ramayana, tokohnya yaitu Hanoman, Rama dan Sinta. Juga adanya pengaruh budaya Hindu lain yaitu terdapat bangunan gapura candi Bentar. Hiasan-hiasan tersebut konon dibuat sendiri oleh Patih Sungging Badar Duwung yaitu seorang pembantu Sultan Hadiri. Patih Sungging Badar memiliki kepiawannya dalam memahat serta dalam arsitektur sebuah ornamen ataupun interior bangunan.
Saat ini bangunan masjid tidak semuanya asli dikarenakan telah beberapa kali mengalami pemugaran. Pada awalnya masjid Mantingan terbuat dari bata merah, memiliki tiga pintu dan setiap masing-masing pintu berdaun pintu ganda. Ketiga pintu tersebut membuat dinding di bagian depan terbagi menjadi hingga empat bidang. Di setiap bidang tembok terdapat tujuh panel yang memiliki relief tersusun dari atas sampai ke bawah. Jika di jumlahkan kesuluruhan empat bidang tersebut memiliki 28 panel. Di masing-masing kanan kirinya ada hiasan yang berelief kelelawar. Selain itu ada juga hiasan medalion bulat yang terdapat di dinding kanan kiri tangga yang menuju masjid.
Kompleks Mantingan mulai dipugar pada tahun 1927 yang menyebabkan kerusakan dari keaslian bangunan itu. Hal itu disebabkan oleh bahan yang digunkan adalah semen dan kapur. Dilanjutkan di tahun 1978 hingga 1981 dalam kegiatan pemugaran ditemukan enam panel yang berelief di kedua belah sisinya. Beberapa ornamen telah ditemukan selama pemugaran dan sebagian di pasang di tembok serambi masjid dan sebagian lainnya disimpan di gudang milik masjid, di Museum Kartini Jepara serta di Museum Ronggowarsito Semarang.