Masjid Omar Kampong Malaka jika dibandingkan dengan bangunan sekitarnya memang tidak sebanding, karena masjid ini terlihat seperti bangunan sederhana dan kuno serta ketinggalan jaman. Namun, masjid ini mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi, dimana menjadi masjid tertua di Singapura. Bangunan Masjid Omar Kampung Malakan terletak di tengah kawasan Singapore River Planning Area, yang menjadi jantung kota Singapura dan salah satu kota bisnis di negara tersebut.
Masjid ini juga berada tidak jauh dari Kuil Tan Si Choung Su. Uniknya, menurut sejarah yang beredar masjid ini dibangun oleh seorang saudagar kaya keturunan Arab yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan.
Sejarah Masjid Omar Kampung Malaka
Menurut sejarah, Masjid Omar Kampung Malaka ini berdiri sejak tahun 1820. Bangunan masjid ini sudah pernah mengalami perbaikan pada tahun 1855, kemudian dilanjutkan renovasi pada tahun 1981 dan masih berdiri kokoh hingga kini. Pengelolaan masjid tua tersebut sampai saat ini ditangani oleh Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS).
Masjid ini bertempat di sisi selatan sungai singapura atau tepatnya di Kampung Malaka, yaitu sebuah kawasan yang memang ditetapkan oleh Standford Raffless sebagai kampung khusus untuk orang melayu yang terdiri dari orang Arab, Keturunan Jawa maupun orang Indonesia lain, dan orang melayu Malaysia.
Namun, saat ini kawasan perkampungan malaka tersebut sudah tidak bisa ditemui lagi, karena tergerus oleh kemajuan zaman, ekonomi dan bisnis di wilayah Malaka.
Masjid Omar Kampung Malaka ini dibangun oleh Syed Omar Bin Ali Aljunied, salah seorang saudagar keturunan Arab-Palembang yang merantau ke negeri singa tersebut. Nama beliau kemudian disematkan kedalam nama masjid ini.
Pada awalnya, Masjid Omar Kampung Malaka hanya dibangun dengan bahan baku kayu saja, namun kemudian putra beliau Syed Abdullah bin Omar Aljunied membangun ulang masjid tersebut dengan permanen menggunakan bahan batu bata pada sekitar tahun 1855. Pembangunan ulang terssebut juga dimaksudkan untuk memperluas ruang utama masjid, karena pada saat itu jamaah yang datang sudah semakin membludak. Pada saat renovasi yang dilakukan oleh putra pendiri masjid, belum didirikan sebuah menara, baru kemudian pada thun 1985 dibangunlah sebuah menara yang diletakkan pada sisi belakang masjid, dengan ornamen bulan sabit khas pada bagian ujungnya.
Menara tersebut dibuat menjulang tinggi dengan badan yang semakin ramping di ketinggiannya. Pada puncaknya ditaruh satu kubah bawang kecil berwarna keemasan, lengkap dengan simbol islam bulan sabit. Pada menara tersebut dibuat beberapa jendela disekitarnya sebagai sumber cahaya pada siang hari. Beberapa anak tangga pun juga dibuat sebagai jalan akses menuju kepuncak menara.
Jika kita mengintip dibagian dalam masjid, akan ada nuansa klasik disana, dimana bangunannya memang sudah terlihat lumayan tua, namun sebagian besar sudah memakai keramik dan ornamen-ornamen produk baru. Untuk dindingnya memang dicat putih polos, dengan 1 lampu gantung sebagai sumber penerangannya.
Jika kita lihat mihrabnya dibuat sedikit menjorok keluar, namun dengan ukuran yang sangat sempit. Disamping kiri mihrab diletakkan jam kayu, sedangkan di samping kana mihrab diletakkan mimbar yang digunakan khotib dalam berkutbah. Jendela-Jendela masjid ini dibuat melengkung dengan kaca patri dikeseluruhan bagiannya, artinya bukan seperti jendela kayu yang bisa dibuka tutup, namun jendela tersebut permanen.
Meskipun menjadi masjid tertua di Singapura, namun masjid yang terletak di jantung pusat bisnis ini masih ramai dikunjungi oleh jamaah. Bahkan saat ini bangunannya dapat menampung hingga 1.000 jamaah sekaligus.