Masjid Panepan atau biasa disebut dengan masjid Kagungan Dalem Panepen pada masanya merupakan salah satu masjid tua zaman keranonan Yogyakarta yang memang tidka pernah diketahui keberadaannya maupun dimuat didalam media konvensional maupun media digital. Bahkan masjid ini juga tidak dimasukkan pada destinasi wisata Yogyakarta, karena masyarakat umum jarang yang mengetahuinya. Apalagi, masjid ini dibangun memang khusus sebagai masjid keraton, yang digunakan untuk keluarga keraton saja pada masanya.
Masjid Panepan dibangun pertama kali pada tahun 1327 Hijriyah, oleh Sultan Hamengkubuwono VII. Sebelumnya, tidak ada yang mengetahui bahwa masjid ini pernah eksis, karena memang hanya dikhususkan untuk pihak keraton saja. namun, pada tanggal 18 Oktober 2011 lalu, pada saat diselenggarakannya upaca akad nikah putri Sultan Hamengkubwono X yang bertempat di Masjid Panepen, masjid ini mulai dikenal masyarakat sekitar.
Masjid Panepen terletak di bagian barat komplek Keraton Yogyakarta, searah dengan kediaman Sri Sultan Hamengkubuwono X (Keraton Kilen). Masjid Panepen sendiri jika diartikan didalam bahasa jawa berarti majsid untuk menepi, menyendiri, atau lebih dikhususkan untuk refleksi diri mengingat keseluruhan ciptaan Tuhan, dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Sedangkan untuk segi arsitekturnya, Masjid Panepen dibuat dengan luas 7 x 12 meter, dan hanya dapat menampung hingga 60 orang jamaah saja. Dibuat dengan dua ruangan, ditambah dengan serambi yang terdapat enam cendela yang di cat hijau tua. Lalu dibagian tengah dibangun empat soko guru sebagai penopang atap bangunan yang berbentuk joglo dengan jarak antara tiang dibuat sekitar dua meter. Dinding-dindingnya dibalut dengan warna putih, agar terasa lebih tenang, nyaman dan adem untuk digunakan sebagai tempat sholat jamaah ataupun ber-iktikaf untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta.
Pada bagian serambi luar, terdapat empat jendela yang juga dicat dengan hijau tua, lalu beberapa prasasti kuno kekeratonan yang terbuat dari kuningan dengan huruf arab gundul juga ikut dipasang pada bagian dinding utara dan selatan. Salah satu prasasti tersebut mengandung tanggal dan tahun pembuatan masjid tersebut.
Setiap harinya, masjid ini dijaga dan dirawat khusus oleh juru kunci keraton, yang dikenal dengan sebutan Konco Kaji dan Konco Suranata, yang bisa dikenali dengan mudah karena Konco Kaji memakai busana serba putih, sedangkan Konco Suranata memakai pakaian baju batik lurik warna biru tua.
Sejak pembangunan masjid ini selesai pada 1327 Hijriyah, dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono VII, masjid ini dijadikan sebagai lokasi ijab qobul beberapa putra putri ngarsa dalem, termasuk putra putri dari Sultan Hamengkubono X.
Sedangkan pada hari-hari biasa, tempat tersebut dijadikan tempat ibadah dan kegiatan abdi dalem punokawan kaji dan abdi dalem suranata. Selain itu tidak dilakukan kegiatan lain secara umum, karena memang masjid ini hanya dikhususkan untuk kegiatan kekeratonan saja.
Menurut beberapa Punokawan Kaji, masjid ini memang dibangun dengan ukuran kecil, dan lebih mirip dengan musholla, karena tidak digunakan untuk sholat jum’at. Namun sampai saat ini lebih dikenal dengan Masjid Panepen.
Jika melihat namanya, Panepen berarti menepi ataupun menyendiri. Memang masjid ini digunakan sebagia tempat dimana para sultan beriktikaf, menyendiri dan mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa pada saat-saat tertentu. Hanya pada momen-momen tertentu, masjid ini digunakan sebagai tempat menepi, seperti jika ada sesuatu keputusan maupun kebijakan yang sulit diambil.
Ruang untuk menepi pun di sediakan tempat khusus disebelah tenggara masjid, yaitu terdapat satu ruangan kecil yang dapat digunakan untuk 1 orang saja.