Masjid Raya Al-Mashun atau biasa juga disebut dengan “Masjid Raya Medan”, atau juga biasa dikenal dengan “Masjid Raya Deli”, adalah salah satu masjid yang resmi digunakan oleh Kesultanan Deli pada masa-masa kejayaannya. Masjid Raya Al-Mashun juga merupakan salah satu masjid tertua di Kota Medan, setelah Masjid Lama Gang Bengkok, Kesawan, dan Masjid Al Osmani, Labuan Deli. Masjid Ray Al-Mashun ini terletak di Jln. Sisingamangaraja, Pusat Kota Medan.
Nama “Al-Mashun” sendiri diadopsi dari maksud didirikannya masjid ini agar selalu “dipelihara” dengan baik oleh masyarakat sekitar. Terbukti sampai saat ini, bangunan masjid ini masih eksis meskipun usianya sudah lebih dari 1 abad. Pembangunan masjid ini dimulai sekitar tahun 1906, dan membutuhkan waktu 3 tahun untuk penyelesaiannya. Pada saat pembangunan hingga selesai, keseluruhan dana pembangunan masjid ditanggung sendiri oleh Sultan Maamun Al-Rasyd, yang pada saat itu menghabiskan dana sekitar 1.000.000 Gulden.
Sekilas Sejarah Berdirinya Masjid Raya Al-Mashun Medan
Pada tahun 1728, Tuanku Panglima Pasutan bermaksud untuk memindahkan pusat kerajaannya ke Kampung Alai yang semula bertempat di Padang Datar. Lalu pada saat Sultan Ma’mun Al Rashid Perkasa Alam berkuasa, Ibukota Kerajaan kemudian dipindahkan kembali ke Padang Datar.
Di Padang Datar, pemerintahan kesultanan berkembang dengan sangat pesat, meskipun masih dalam penjajahan belanda pada masa itu. Lalu pada tanggal 26 Agustus 1888, Sultan Ma’mun Al-Rasyd membangun Istana Maimun didaerah tersebut. dilanjutkan dengan pembangunan sebuah bangunan masjid pada tanggal 21 Agustus 1906 yang kita kenal saat ini sebagai Masjid Raya Al-Mashun.
Sultan Ma’mun Al-Rasyid tergolong kedalam sultan yang sangat bijak, bagaimana tidak, beliau lebih mementingkan kemegahan masjidnya daripada kemegahan istananya sendiri. Menurut satu versi keseluruhan dana pembangunan Masjid Raya Al-Mashun ditanggung sendiri oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid. Namun, ada versi lain yang mengatakan bahwa Tjong A Fie, salah satu tokoh muslim kota medan yang berasal dari etnis Thionghoa juga ikut memberikan kontribusinya pada pembangunan masjid ini.
Pada masa pembangunannya, Masjid Raya Al-Mashun dirancang oleh Arsitek Belanda Van Erp yang juga menangani arsitektur pembangunan Istana Maimun sebelumnya. Namun, belum sampai selesai pembangunan masjid ini kemudian ditangani oleh JA Tingdeman, karena pada saat itu Van Erp diminta oleh penjajah Belanda untuk membantu renovasi Candi Borobudur, Jawa Tengah.
Pembangunan masjid ini juga tergolong sangat megah karena pada saat itu beberapa material bangunannya diimpor dari luar negeri. Seperti marmer dari Italia dan Jerman, Kaca Patri dari China, dan juga Lampu Gantung yang langsung diimpor dari Perancis. Masjid Raya Al-Mashun ini juga sedikit berbeda dengan masjid pada umumnya, yaitu selain banyak dihiasi dengan ornamen kaligrafi, juga terdapat banyak sekali hiasan berupa ukiran sulur-suluran dan bunga.
Arsitektural Masjid Raya Al-Mashun
Arsitektur Masjid Raya Al-Mashun ditangani oleh JA Tingdeman (sebelumnya ditangani oleh Van Erp) dengan denah Simetris Segi Delapan, dengan memadukan beberapa bangunan khas Maroko, Melayu, Eropa dan juga beberapa desain Timur Tengah. Denah persegi delapan tersebut menghasilkan ruangan yang unik.
Di-empat penjuru masjid diberi beranda beratapkan kuah dengan balutan warna hitam, bersanding dengan kubah utama ditengah-tengah ruangan utama masjid. Masing-masing beranda tersebut dilengkapi dengan satu puah pintu utama yang menghubungkan pelataran dengan ruang utama masjid.
Bangunan Masjid Raya Al-Mashun terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu ruang sholat utama, menara, dan ruang tempat wudhu. Keseluruhan ornaen didalam bangunannya dibuat sedemikian rupa dengan memadukan kebudayaan Islam berupa kaligrafi, dan juga kebudayaan Indonesia dengan ukiran-ukiran sulur-suluran dan bunga.