Masjid Raya Sumetera Barat merupakan masjid yang dibangun pada tanggal 21 Desember 2007 dan terletak menghadap Jln. Khatib Sulaiman, Padang Utara, Kota Padang.
Jika umumnya masjid dibangun dengan kubah diatasnya, lain halnya dengan masjid Raya Sumatera Barat yang tidak memiliki kubah melainkan hanya memiliki atap khas budaya Minangkabau dengan bagian atapnya memiliki desain rumah gadang dengan 4 sudut lancip, sedangkan bangunannya berbentuk gonjong.
Memang pada awal peletakan batu pertama dilakukan pada 21 Desember 2007 lalu, namun pembangunan yang sesungguhnya baru dimulai pada tahun 2008 dan mulai difungsikan sebagai tempat ibadah pada bulan Februari 2015.
Pembangunan masjid raya ini memiliki empat tahap yaitu :
- Tahap pertama, pembangunan struktur bangunan selama dua tahun sejak dimulai pada awal tahun 2008 yang menghabiskan dana Rp. 103,871 miliar.
- Tahap kedua, pengerjaan ruang shalat dan tempat wudlu pada tahun 2010 yang menghabiskan dana Rp. 15,288 miliar.
- Tahap ketiga, pemasangan keramik lantai dan eksterior masjid yang menghabiskan Rp. 31 miliar.
- Tahap keempat, penyelesaian ramp atau teras terbuka yang langsung menuju jalan raya yang menghabiskan dana Rp. 25,5 miliar.
Dari keempat tahap tersebut sampai masjid mulai difungsikan, dana yang sudah dipakai lebih dari Rp. 175 miliar.
Kontruksi masjid ini bertingkat yang terdiri dari tiga lantai, dimana lantai dua merupakan ruangan utama yang dipergunakan untuk shalat berjamaah. Masjid ini juga dibuat sedemikian rupa dengan rancangan anti gemmpa, namun tidak mengurangi kemegahan dan keindahan struktur masjid.
Masjid bergaya megah asli minangkabau ini menjadi masjid kebanggaan warga sumetara barat, apalagi pada saat masjid masih belum rampung, sudah banyak wisatawan yang penasaran dan berkunjung ke tempat wisata religi di tanah Minang ini.
Bangunan utama masjid memiliki luas area sekitar 40.000 meter persegi dengan daya tampung sebesar 20.000 jemaah. Tak hanya itu saja, masjid ini memang dirancang khusus oleh arsitek Rizal Muslimin sebagai masjid anti gempa bumi hingga 10 SR yang bisa digunakan sebagai Shelter atau lokasi evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi bencana tsunami.
Lantai pertama masjid digunakan sebagai tempat wudlu dan tempat tambahan jika pada lantai utama (lantai dua) para jemaah sudah tidak bisa dimuat. Lantai kedua adalah ruang utama dalam masjid yang digunakan sebagai tempat utama shalat berjama’ah. Sedangkan lantai ketiga juga bisa difungsikan sebagai tempat alternatif untuk para jemaah shalat, ataupun bisa digunakan sebagai tempat istirahat jika pengunjung sepi.
Pada ruangan utama dihiasi dengan interior yang unik dan menarik dan baru dipasang pada tahun 2015. Pada bagian mihrab dibuat menyerupai bentuk batu “Hajar Aswad” dengan atap yang dihiasi dengan ukiran “Asma’ul Husna” berwarna keemasan. Sedangkan karpet yang membalut lantai sebagai alas para jemaah merupakan hadiah langsung dari pemerintah Turki.
Kemudian, dinding masjid dihiasi dengan ukiran tempat Al-Qur’an dengan empat sudut yang memiliki filosofi dalam adat budaya Minangkabau sebagai tau di nan ampek, atau 4 wahyu dari Allah (Al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur). Selain ukiran tempat Al-Qur’an, terdapat ukiran segitiga dengan enam sudut didalamnya yang bermakna tiga tungku sajarangan, tiga tali sapilin atau bisa berarti Ulama, Ninik Mamak, Cadiak Pandai harus memegang teguh 6 rukun iman sebagai pengikat dan pemersatu elemen yang ada di tengah masyarakat.