Masjid Al-Alam atau juga dikenal sebagai “Masjid Si Pitung” memang tidak dibangun oleh Si Pitung, salah satu pahlawan nasional dari tanah Betawi yang begitu melegenda. Masjid yang sudah berumur sangat tua ini sudah menjadi salah satu Cagar Budaya yang dinyatakan secara resmi oleh pemerintah sejak tahun 1975 silam. Jika dilihat dari segi bangunannya, memang masjid ini tidak mewah sama sekali dan juga tidak berukuran besar, namun masjid ini sangat terkenal dari sejarahnya yang panjang.
Masjid Al-Alam atau Masjid Si Pitung ini terletak di Jln. Marunda Besar RT/RW 09/01, Kampung Marunda, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta, tepatnya di tepian pantai Marunda.
Sejarah Berdirinya Masjid Al-Alam
Sejarah tentang bagaimana berdirinya Masjid Al-Alam memiliki 2 vesi cerita yaitu : Pertama, masjid ini disebutkan dibangun oleh Fatahiillah, Panglima dari Pasukan Gabungan Kesultanan Demak dan Cirebon, pada saat merebut Sunda Kelapa dari Portugis dan Kerajaan Padjajaran. Versi kedua, dikatakan bahwa masjid ini dibangun oleh para Wali hanya dalam satu malam saja. Namun, ada versi yang hampir berhubungan antara keduanya, yaitu disaat Fatahillah memimpin pasukan menyerbu sunda kelapa, beliau juga ditemani oleh beberapa Wali yang memiliki karomah yang luar biasa.
Pembangunan masjid ini disebutkan dibangun pada tahun 1527 Masehi. Ada yang unik dibagian masjid ini yaitu terdapat lubang kecil berbentuk setengah oval yang konon dulunya digunakan sebagai tempat pengintaian.
Baru-baru ini masjid Al-Alam lebih dikenal sebagai Masjid Si Pitung, karena menurut cerita tutur dari masyarakat setempat dulunya masjid ini seringkali digunakan oleh Si Pitung, pahlawan nasional dari Betawi untuk beriktikaf dan beristirahat, maupun bersembunyi dari kejaran tentara Belanda. Bahkan menurut cerita disebutkan bahwa jika Bank Pitung, sebutan akrab Si Pitung jika bersembunyi di masjid ini, beliau tidak akan terlihat oleh pasukan belanda. Dari cerita inilah akhirnya penamaan masjid ini lebih dikenal sebagai Masjid Si Pitung.
Arsitektur Masjid Si Pitung
Meskipun sudah berumur ratusan tahun, namun bangunan masjid ini masih terlihat cukup kokoh, meskipun nuansa kuno memang tidak bisa disembunyikan lagi. Arsitektural masjid ini bahkan sangat kental dengan Masjid Demak, beratapkan Joglo bersusun dua, dengan 4 soko guru sebagai penopangnya. 4 soko guru tersebut dibuat dengan gaya eropa namun berukuran sangat pendek.
Pada bagian mihrab dan mimbar yang sangat tua pun masih terlihat kokoh. Seperti masjid-masjid tua pada umumnya, Masjid Si Pitung tidak dilengkapi dengan menara. Bangunan utamanya berdenah persegi empat dengan ukuran 12 x 12 meter dan menghadap ke selatan, bukan menghadap ke timur seperti pada umumnya. Ruang utama untuk sholat dibuat dengan ukuran 8 x 8 meter, kemudian tinggi plafon atapnya hanya sekitar 2,2 meter saja, terlihat sangat pendek jika kita masuk pada ruang tersebut.
Dibagian kiri dari bangunan masjid asli dibangun sebuah pendopo dengan ukuran 100 meter persegi. Lalu dibelakang masjid terdapat beberapa makam tua yang masih terawat sampai saat ini.
Masjid ini mengalami 1 kali renovasi yang dilakukan pada tahun 1970-an oleh Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. Renovasi harus dilakukan karena beberapa komponen atap serta bawah atap sudha banyak yang rusak dan bisa saja sewaktu-waktu rubuh.
Saat ini Masjid Si Pitung mempunyai tambahan berupa pagar beton yang mengelilingi areal masjid tersebut. Bangunan pendopo pun turut dibangun dengan ukuran 100 meter persegi, yang biasanya digunakan sebagai tempat pengajian maupun kegiatan lainnya.