Masjid yang memiliki nama “Sultan Hasanal Bolkiah” ini terletak di Barangay Kalangalan Dos, Cotabato, Filipina. Agama Islam sudah menyebar di Negara Filipina sejak abad ke 14, tepatnya pada tahun 1390 yang dibawa oleh Karim Ul Makhdum. Beliau merupakan seorang pedagang yang berasal dari Saudi Arabia, dan berdagang di pulau Jolo, Sulu Archipelago. Beliau juga meninggalkan salah satu masjid yang diberi nama Masjid Sheikh Karimal Makdum yang masih berdiri kokoh dan difungsikan hingga kini di pulau Simunul. Penyebaran Islam selanjutnya di teruskan oleh seorang pangeran dari Indonesia, tepatnya Minangkabau, Sumatera Barat bernama Rajah Baguinda.
Kemudian pada tahun 2011 lalu, Kota Cotabato memiliki sebuah landmark atau simbol baru yakni sebuah masjid megah yang dibangun sekaligus menjadi masjid terbesar di Negara Filipina. Masjid Agung Cotabato atau bisa disebut Cotabato Grand Mosque, atau pada pembahasan kali ini kita akan menyebutnya dengan Masjid Sultan Hasanal Bolkiah adalah masjid yang dibangun dan didanai oleh Sultan Brunei Darussalam diatas lahan wakaf masyarakat setempat. Pembangunan masjid tersebut juga merupakan simbol dari hubungan diplomatik antara Filipina dan Brunei Darussalam yang sudah terjadi selama kurang lebih 25 tahun.
Lokasi masjid tersebut berdiri adalah 7 Km dari Sinsuat Avenue, Barangay Kalangalan. Mengambil lahan tempat berdiri dari tanah wakaf keluarga Dilangalen. Terletak di pinggir sungai Tamontaka, serta teluk Moro, jadi jika dilihat dari drone maupun pesawat, pemandangan dari atas akan terasa sangat menarik.
Masjid yang mengadopsi nama “Sultan Hassanal Bolkiah” ini memang merupakan masjid yang didanai penuh oleh Sultan tersebut pada saat memerintah Brunei Darussalam. Tak heran jika penampilan yang ditunjukkan oleh masjid ini sangat kental dengan gaya-gaya arsitektur Arab, meskipun tetap memadukannya dengan beberapa arsitektur Asia. Pada kawanan Cotabato penduduknya merupakan penduduk beragama Muslim, maka dari itu masjid ini merupakan masjid satu-satunya yang terbesar di Filipina.
Masjid yang dijadikan hadiah sebagai perjanjian bilateral antar kedua negara tersebut dibangun dengan kubah ke-emasan. Dirancang dan dibangun oleh Palafox and Assocites, serta New Kanlaon Construction, Inc. Masjid ini dapat menampung hingga 1.200 jamaah sekaligus dengan rincian 800 jamaah pria dan 400 jamaah wanita.
Empat menara setinggi 43 meter atau setara dengan gedung tingkat 15 juga ikut dibangun, menjulang tinggi dan dapat dilihat dari jarak yang lumayan jauh. Keseluruhan dana pembangunan ditanggung oleh pihak pemerintah Brunei Darussalam dan menghabiskan sekitar $48 juta. Dana yang dihabiskan memang cukup besar, tidak heran jika beberap fasilitas juga ikut dibangun, seperti fasilitas madrasah untuk belajar mengajar, serta beberapa fasilitas olahrga, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang kesemuanya bertempat dilahan seluas 5 hektar.
Proses pembangunan langsung dimulai setelah kunjungan Sultan Hasanal Bolkiah ke manila pada tahun 2009, kemudian baru selesai dan diresmikan pada tahun 2011. Pemandangan yang disuguhkan oleh masjid ini begitu menarik, yaitu dengan background Bukit Tamantoka, dan Sungai Tamontaka di depannya, serta pemandangan alam hijau sekitar menambah betah para pengunjung untuk berlama-lama berada di kawasan masjid tersebut.
Sejak bangunan masjid ini selesai total dan diresmikan pada Desember 2011 lalu, tempat ini langsung menjadi salah satu tempat wisata paling populer untuk masyarakat lokal, maupun mancanegara. Melihat hal tersebut, para pengurus masjid menyabut dengan hangat seluruh wisatawan yang hadir, tanpa membedakan status agama maupun kewarganegaraannya.