Pada tahun 1770 M telah dibangun tempat ibadah umat muslim di Bima yang bernama Masjid Sultan Muhammad Salahuddin dan dikenal juga dengan nama Masjid Kesultanan Bima. Pembangunan masjid ini di prakarsai oleh Sultan Abdul Kadim Zilullah Fil Allam yaitu merupakaan sultan ke 8 Bima. Sedangkan nama masjid ini dinisbatkan kepada Sultan Muhammad Salahuddin pada tahun 1920 hingga 1943.
Pada saat itu masjid ini merupakan salah satu tempat penyebaran Islam dan pendidikan Islam di Kesultanan Bima dan sekitarnya. Masjid tersebut juga merupakan saksi bisu dari perkembangan islam di wilayah Bima. Tak hanya itu saja, masjid Sultan Muhammad Salahuddin juga merupakan sebuah ikon dari kota Bima. Lokasi masjid ini terletak di Jalan Soekarno Hatta Kampung Sigi Kelurahan Pagura Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima NTB. Tepatnya berada di sebelah tenggara Museum Asi Mbojo dan sebelah selatan alun-alun Serasuba. Sama halnya dengan berbagai tata letak bangunan masjid di tanah Jawa yang menambahkan bangunan masjid sebagai elemen terpenting di pusat kota.
Di komplek masjid Sultan Muhammad Salahuddin juga terdapat makam para petinggi dari kesultanan dan keluarga sultan termasuk makam dari Sultan Abdul Kadim Zilullah Fil Alam yang berada di sebelah barat masjid. Namun ternyata kesultanan disini redup dan kembali dimbangkitkan pada tanggal 4 Juli 2013 dengan melakukan penobatan seorang sultan ke 16 yaitu Sultan Jena Teke H. Ferry Zulkarnain.
Awal mulanya pembangunan msjid yang dilakukan oleh Sultan Abdul Kadim Zilullah Fil Alam lalu dilanjutkan oleh putranya yang bernama Sultan Abdul Hamid. Beliau mengubah bentuk atap masjid menjadi tiga susun seperti halnya masjid-masjid Tradisional yang berada di Tanah Jawa. Tetapi sayangnya masjid ini terkena bom dan hancur lebur pada saat perang dunia kedua yang dilakukan oleh pasukan sekutu di tahun 1943. Bagian masjid yang tersisa adalah mimbar masjid.
Lalu pada tahun 1990 putri dari mendiang Sultan Muhammad Salahuddin yaitu Hajjah Siti Maryam melakukan pemugaranmasjid Kesultanan Bima tersebut. Pemugarannya sama seperti masjid pada awal didirikan karena merupakan sebuah upaya konservasi terhadap bangunan yang bersejarah.
Dilihat dari bagian luas, masjid Sultan Muhammad Salahuddin bercat putih dan terdapat halaman dengan hiasana tanaman yang sangat hijau dan sejuk di pandang mata. Seperti halnya masjid Tradisional Jawa, masjid ini tida ada kubah di bagian atap. Hanya terdapat ke empat menara yang berada di setiap penjuru bangunan masjid. Ketika memasuki masjid ini, interiornya pun terlihat sangat sederhana di dominasi dengan warna putih di bagian dinding masjid. Sebuah lampu gantung yang tidak terlalu besar menggantung di bagian tengah masjid sebagai penerang ruangan. Kesan sederhana dari masjid Sultan Muhammad Salahuddin ini membuat para pengunjung khususnya para jamaah lebih khusyuk dalam melaksanakan ibadah. Dan ketika malam hari tiba, masjid Sultan Muhammad Slahuddin akan terlihat terang dengan hiasan dari beberapa lampu kecil didalam dan luar masjid.
Sejarah singkat masuknya agama Islam ke Bima yaitu seorang Raja Bima ke 27 menikah dengan perempuan yang bernama Daeng Sikontu. Perempuan tersebut adalah adik ipar dari Sultan Alauddin yaitu seorang Raja Makassar Alauddin. Dengan pernikahan tersebut membuat Raja Bima ke 27 memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Abdul Kahir. Dia juga merupakan sultan pertama kali yang beragama islam dan pada abad ke 17 Bima telah menjadi sebuah kesultanan yang awalnya merupakan sebuah kerajaan.