Masjid Sultan yang berdiri dengan megahnya di Kampung Glam, Singapura menjadi masjid kedua yang dibangun di Republik Singapura, tepatnya setelah 4 tahun berdirinya Masjid Omar Kampung Malaka. Masjid dengan desain yang sangat megah dan menarik ini sampai sekarang menjadi objek wisata religius oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.
Sejarah pembangunan masjid ini bahkan sangat lekat dengan Indonesia. Bagaimana tidak, pertama kali masjid ini dibangun dengan desain persis seperti kebanyakan masjid lain di Indonesia, khususnya jawa. Yaitu memiliki arsitektur atap bersusun dengan denah limas, karena memang pada zaman dulu Masjid Sultan ini dibangun oleh masyarakat muslim yang berasal dari Pulau Jawa yang menetap disana.
Saudagar Muslim dari Pulau Jawa merupakan Saudagar awal yang berdagang di Singapura, menjalankan aktivitas dagangnya bersama dengan beberapa masyarakat muslim dari Arab, Boyan dan Bugis. Lalu, mereka bertempat tinggal di daerah yang saat ini menjadi tempat berdirinya Masjid Sultan Singapura.
Pada sekitar tahun 1920-an, bangunan asli Masjid Sultan Singapura dibongkar dan di bangun kembali seperti yang bisa kita lihat saat ini. Setelah di bangun ulang dan ditetapkan sebagai salah satu objek wisata singapura, nama-nama jalan di dekat masjid juga masih diabadikan seperti semula tanpa ada perubahan untuk menghormati umat muslim yang sebelumnya menempati wilayah tersebut, seperti Jalan Kandahar, Jalan Baghdad, dan Jalan Arab.
Saat ini, Masjid Sultan Singapura seperti terjepit di tengah-tengah gedung-gedung hotel dan perkantoran pencakar langit yang sarat dengan kehidupan metropolitan dan sibuk dengan hiruk-pikuk duniawi. Meskipun begitu, Masjid Sultan Singapura masih mempertahankan auranya sebagai sebuah tempat kembalinya keseluruhan jiwa kepada Sang Maha Pencipta.
Sejarah Berdirinya Masjid Sultan Singapura
Pada zaman dahulu, sekitar abad ke -18, ketika Singapura di serahkan ke pihak Inggris pada tahun 1819, Temenggong Abdul Rahman, penguasa Pulau Singapura kal itu, dan Sultan Hussain Shah sebagai pemilik asli pulau Singapura, mendapatkan keistimewaan dari pihak inggris atas penyerahan kekuasaan mereka kepada Inggris.
Sir Stamford Raffles, pendiri negara Singapura memberikan hak istimewa kepada Temenggong dan Sultan sebuah tunjangan hidup tahunan serta hak atas Kampung Glam yang mereka tempati. Daerah tersebut kemudian dialokasikan untuk umat muslim melayu.
Akhirnya pada thaun 1824 hingga 1826, Sultan Hussein memutuskan untuk membangun sebuah Istana dan sebuah bangunan Masjid yang saling berdekatan satu sama lain. Bangunan masjid yang berdiri pertama kali menganut arsitektur dan bentuk masjid tradisional nusantara dengan atap berdenah limas bersusun tiga. Dana pembangunan masjid tersebut pada saat itu berasal dari East India Company, sebesar $3000 dolar, serta ditambah dengan swadaya masyarakat disana.
Aktivitas Masjid Sultan Singapura
Masjid Sultan Singapura hingga kini masih digunakan untuk berbagai kegiatan muslim setempat, baik kegiatan yang dilakukan secara rutin, maupun pada saat momen-momen tertentu. Seperti dijelaskan di situs resminya, masjid ini setiap harinya melakukan pengajian rutin yang dilakukan setelah sholat fardhu.
Masjid ini juga terbuka untuk umum, artinya bahkan pengunjung / wisatawan yang beragama non-muslim tetap dijinkan untuk berkunjung maupun mengabadikan momen-momen mereka di masjid ini. Bahkan, disediakan pula pemandu wisata gratis untuk berkeliling dan menjelaskan segala struktur bangunan dan sejarah masjid ini kepada para wisatawan.
Pada tahun 2010 lalu, Masjid Sultan Singapura mendapatkan satu anugrah dari Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) atas usaha para pengurus dalam menarik wisatawan mancanegara. Hal ini perlu diacungi jempol mengingat para pengurus tidak mendapatkan bayaran dari aktivitas panduan wisata gratis tersebut.