Masjid Shirothal Mustaqim Samarinda

Masjid Shirothal Mustaqim Samarinda

Kerajaan Gowa pada abad ke 16 dikalahkan oleh Penjajah Belanda, kemudian para pejuang yang menentang Belanda, mereka berhijrah menuju wilayah kekuasaan Kerajaan Kutai. Sambutan baik oleh Raja Kutai kepada pejuang dari Gowa dengan diberikan lokasi untuk bermukim di wilayah kampung melantai, yaitu dataran rendah yang bagus untuk pertanian, perikanan, dan perdagangan.

Masjid Shirothal Mustaqim Samarinda

Pemberian pemukiman tersebut dengan sebuah perjanjian yaitu orang-orang Bugis Wajo harus membantu semua kepentingan Raja Kutai dalam menghadapi musuh utamanya. Kawasan inilah akhirnya menjadi nama Samarinda yang berasal dari kata sama dan rendah yaitu sama rendah dalam kedudukan atas hak dan kewajiban di dalam masyarakat.

Di tahun 1880 ada seorang pedagang muslim berasal dari Pontianak bernama Said Abdurachman bin Assegaf yang datang ke Kerajaan Kutai untuk berdagang. Selain berdagang Said Abdurachman bin Assegaf bertujuan untuk mendakwahkan Islam disana dan memilih Samarinda menjadi tempat tujuannya. Mengetahui hal itu Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman menanggapinya dengan baik, bahkan melihat ketekunan Said Abdurachman bin Assegaf dalam mendakwahkan Islam maka Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman memberinya gelar sebagai Pengeran Bendahara.

Masjid Shirothal Mustaqim Samarinda1

Prihatin dengan kondisi masyarakat yang banyak berbuat maksiat dan menyembah berhala, maka Pengeran Bendahara ingin mendirikan sebuah masjid di kawasan tersebut agar dengan hadirnya masjid menjadi pintu hidayah bagi masyarakat setempat. Akhirnya pada tahun 1881 M, di bangunlah sebuah masjid dengan dimulainya pemancangan 4 soko guru. Keempat soko guru ini berasal dari hadiah para tokoh disana.

Sepuluh tahun lamanya pembangunan masjid dapat diselesaikan pada 27 Rajab 1311 Hijriyah / 1891 M. Peresmian dilakukan oleh Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman dan sebagai Imam pertama pada masjid tersebut. Masjid ini bernama Masjid Jami dan berganti nama menjadi Masjid Shirothal Mustaqim pada tahun 1960.

Arsitektur

interior Masjid Shirothal Mustaqim Samarinda

Luas bangunan masjid 718.32 meter persegi diatas luas area masjid 2.028 meter persegi. Keunikan Masjid Shirothal Mustaqim dibangun dari bahan kayu ulin atau kayu besi. Sehingga di usia 120 tahun Masjid Shirothal Mustaqim masih berdiri kokoh. Bangunan Masjid Shirothal Mustaqim bergaya arsitektur khas Indonesia, yaitu memiliki 4 soko guru, berdenah segi empat dan beratap susun.

Masjid Shirothal Mustaqim memiliki 4 susun atap yang sedikit berbeda dengan bangunan masjid tua di seluruh Indonesia. Pada setiap sisi banguan terdapat serambi dan pagar semuanya terbuat dari kayu Ulin. Masjid memiliki jendela segi empat dengan dua daun jendela begitu juga bentuk pintunya yaitu segi empat dan memiliki dua daun pintu.

eksterior Masjid Shirothal Mustaqim Samarinda

Menara Masjid Shirothal Mustaqim yang tingginya 21 meter memiliki bentuk lengkungan pada pola bukaannya. Puncak menara juga memiliki arsitektur unik yang berbeda dari masjid tua lainnya yang ada di Indonesia. Dan yang paling istimewa semua bahan bangunan menara berasal dari kayu ulin sehingga tetap kokoh sampai saat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *